{"id":1158,"date":"2006-05-24T13:56:43","date_gmt":"2006-05-24T13:56:43","guid":{"rendered":"http:\/\/harry.sufehmi.com\/archives\/2006-05-24-1158\/"},"modified":"2006-05-24T13:56:43","modified_gmt":"2006-05-24T13:56:43","slug":"playboy-dan-kaca-pecah","status":"publish","type":"post","link":"https:\/\/harry.sufehmi.com\/archives\/2006-05-24-playboy-dan-kaca-pecah\/","title":{"rendered":"Playboy dan Kaca pecah"},"content":{"rendered":"

Di tengah kontroversi Playboy kemarin, kalau ada yang bertanya kenapa Playboy dilarang padahal ‘kan tidak ada gambar wanita telanjang, saya biasanya jawab bahwa Playboy itu adalah simbol. Simbol awal dari kerusakan moral yang lebih parah lagi. <\/p>\n

Kalau simbol ini dibiarkan, maka akan jadi bisa terjadi demoralisasi besar-besaran dalam skala yang belum pernah terjadi sebelumnya di Indonesia. Karena Playboy adalah simbol besar, dan “terang”\/jelas – tidak sembunyi-sembunyi seperti berbagai media pornografi lainnya.
\nKalau tidak percaya, kita bisa coba lihat bagaimana Amerika di zaman dahulu sebelum dan sesudah Playboy. Lha baju renang saja masih hampir menutupi seluruh badan \ud83d\ude42
\nSetelah Playboy muncul, maka barulah revolusi seks, dalam skala yang besar, terjadi di Amerika. Berbagai hal-hal yang sebelumnya tabu di Amerika, kemudian menjadi boleh dan wajar saja.<\/p>\n

Analogi lainnya; seperti maling kelas kakap, biasanya tidak langsung jadi sebesar itu. Tentu biasanya telah menjadi maling kelas teri dulu sebelumnya.<\/p>\n

Ternyata kemudian saya menemukan sebuah artikel yang membahas mengenai sudut pandang ini dengan lebih elegan lagi, yang berjudul Playboy dan Teori Jendela Pecah<\/a><\/p>\n

Selamat membaca.<\/p>\n

<\/p>\n

note:<\/p>\n