{"id":1508,"date":"2007-07-23T11:12:39","date_gmt":"2007-07-23T04:12:39","guid":{"rendered":"http:\/\/harry.sufehmi.com\/archives\/2007-07-23-1508\/"},"modified":"2007-07-23T11:12:39","modified_gmt":"2007-07-23T04:12:39","slug":"murah-versus-kualitas","status":"publish","type":"post","link":"https:\/\/harry.sufehmi.com\/archives\/2007-07-23-murah-versus-kualitas\/","title":{"rendered":"Murah versus Kualitas"},"content":{"rendered":"

Dulu membeli baju & sepatu adalah ritual yang cuma bisa kami lakukan sekali setahun, yaitu sebelum Lebaran. Bukan apa-apa, harganya memang mahal euy. Perkecualian sih ada, tapi biasanya ya itu, perkecualian. Selain itu ya musti menunggu sampai hampir Lebaran \ud83d\ude42<\/p>\n

Tapi, walaupun mahal, biasanya baju & sepatu tersebut bisa bertahan sampai bertahun-tahun. Dulu ibu saya pernah membelikan sepatu merk Kickers ketika saya masih kecil, dan sampai sekarang sepatu tersebut masih ada & layak pakai. 20 tahun lebih gitu lho, wow. Nanti rencananya mau saya ambil dan berikan kepada Umar, anak saya yang sekarang berumur hampir 6 tahun.<\/p>\n

Namun trend saat ini mulai berubah. Banyak produsen yang kini fokus kepada harga. Dan karena di amini oleh customer, semakin murah maka semakin laris<\/b>, maka semakin bersemangatlah mereka menurunkan harga mereka. Dalam semangat untuk mencapai harga yang semurah-murahnya ini, yang sering menjadi korbannya adalah kualitas.<\/p>\n

Kemarin ini saya membeli kaus merk Polo dari sebuah dept. store di Bintaro Plaza. Agak mahal sedikit tidak apa dari merk lainnya, yang penting kualitas bagus dan tahan lama. Soalnya saya paling malas shopping \ud83d\ude42 Kadang vertigo<\/a> saya malah jadi kumat selagi pusing memikirkan berbagai pilihan yang ada.
\nTetapi apa yang terjadi? Baru beberapa kali dipakai, benang-benang jahitannya ambrol. Kausnya menyusut, dan kerahnya melingkar setiap kali dipakai. Alamak.
\nSetelah saya cek lagi, ternyata harganya masih lebih murah daripada yang biasanya, sehingga saya curiga jangan-jangan ini kaus Polo aspal.<\/p>\n

Saat ini saya dan istri mencanangkan gerakan : dukung produk berkualitas !<\/b> <\/p>\n

Kami sudah sepakat untuk tidak membeli produk murahan. Selain kualitas cenderung mengecewakan (walaupun perkecualian tentu ada), ini juga cenderung mendidik kita untuk bersifat konsumtif.<\/p>\n

Tidak apa membayar lebih mahal, kalau ternyata bagus & tahan lebih lama, sehingga pada akhirnya malah jadi lebih murah daripada produk yang murahan (PYM) (1). Kalau perlu, menabung dulu kalau uangnya memang belum cukup. Sekaligus jadi latihan untuk menahan diri \/ self discipline.<\/p>\n

Karena PYB lebih awet, jadinya kami tidak perlu sering-sering berbelanja ke mall. Efek sampingnya cenderung positif :<\/p>\n

    \n
  1. Insiden impulse buying<\/a> jadi berkurang.<\/li>\n
  2. Waktu bersama keluarga tentu jadi lebih banyak & lebih berkualitas.<\/li>\n
  3. Anak-anak jadi tidak terdidik untuk konsumtif & instant-gratification<\/a> oriented<\/li>\n
  4. Kami semua jadi belajar untuk lebih menghargai barang yang kami miliki<\/li>\n
  5. Dll<\/li>\n<\/ol>\n

    Sayangnya, menemukan produk yang berkualitas pada saat ini bisa sangat sulit. Seperti kemarin ini, kami mencari AC 2 pk untuk kantor. Wah, ternyata kebanyakan produk Made in Cina. Kebetulan kami sudah membeli puluhan AC dari negara ini dengan berbagai merk, dan sepertinya kualitasnya cukup seragam – sering rusak.
    \nMungkin bagus juga kalau bisa ada semacam clearing house untuk soal kepuasan konsumen – idealnya memang
    YLKI<\/a> membuat website seperti dooyoo.co.uk<\/a>, sebagai LSM yang sangat relevan dengan topik ini. Tapi selama ini belum ada, saya kira ini adalah peluang bagi enterpreneur yang gesit.<\/p>\n

    Tapi jangan putus asa. Mari bersama-sama kita, para customer, menuntut kualitas. Jangan mau lagi dirugikan oleh PYM !<\/p>\n

    Diskusi relevan dari milis sebelah :<\/p>\n

    To: muslimblog@yahoogroups.com<\/p>\n

    Jadi ingat tahun 1992 beli kaus merk Giordano, sampai sekarang masih terus bisa dipakai nyaris setiap minggu. Ajaib betul.<\/p>\n

    Jadinya sekarang kalau kelihatan saya pakai yang bermerk (2), sebetulnya bukan cari merknya — tapi gak mau rugi (maklum padang), karena awet banget \ud83d\ude42 he he.
    \nBaju lainnya rata2 cuma pada tahan 1 atau 2 tahun.<\/p>\n

    Yang apes ya seperti kata maiden itu, ternyata dapat yang aspal apalagi kalau sudah bayar mahal juga.<\/p>\n

    Ya, sayangnya di zaman serba murah ini, kualitas jadi sering dikorbankan. Pada akhirnya, sebetulnya kita **justru** jadi membayar lebih mahal, karena jadi lebih sering membeli.<\/p>\n

    Wassalam,
    \nHarry<\/p>\n

    On 7\/19\/07, ma_id_en wrote:
    \n>
    \n> – Seorang wisman ngomel di sebuah toko peralatan pencinta alam di
    \n> Mataram Mall, ngomeli jaket bermerek. Ini palsoe, di negara saya
    \n> semuanya rapi. Jaitannya ndak ada benangnya yang keluar kayak gini.
    \n> hehehehe, baru tau apa kali dia ya ?
    \n<\/xxx><\/p><\/blockquote>\n

    (1) PYM awalnya memang harganya lebih murah, namun karena mudah rusak, jadinya sering perlu dibeli gantinya. Sehingga pada jangka waktu yang sama, totalnya bisa malah lebih mahal daripada produk yang berkualitas (PYB) yang hanya perlu dibeli satu kali.<\/p>\n

    (2) Produk berkualitas ==\/== Produk branded. Walaupun seringkali demikian halnya, namun saya pernah ada beberapa insiden dimana produk bermerk ternyata kualitasnya jelek.<\/p>\n","protected":false},"excerpt":{"rendered":"

    Dulu membeli baju & sepatu adalah ritual yang cuma bisa kami lakukan sekali setahun, yaitu sebelum Lebaran. Bukan apa-apa, harganya memang mahal euy. Perkecualian sih ada, tapi biasanya ya itu, perkecualian. Selain itu ya musti menunggu sampai hampir Lebaran \ud83d\ude42 Tapi, walaupun mahal, biasanya baju & sepatu tersebut bisa bertahan sampai bertahun-tahun. Dulu ibu saya … Continue reading Murah versus Kualitas<\/span> →<\/span><\/a><\/p>\n","protected":false},"author":1,"featured_media":0,"comment_status":"open","ping_status":"open","sticky":false,"template":"","format":"standard","meta":{"footnotes":""},"categories":[4],"tags":[],"class_list":["post-1508","post","type-post","status-publish","format-standard","hentry","category-sosial"],"_links":{"self":[{"href":"https:\/\/harry.sufehmi.com\/wp-json\/wp\/v2\/posts\/1508"}],"collection":[{"href":"https:\/\/harry.sufehmi.com\/wp-json\/wp\/v2\/posts"}],"about":[{"href":"https:\/\/harry.sufehmi.com\/wp-json\/wp\/v2\/types\/post"}],"author":[{"embeddable":true,"href":"https:\/\/harry.sufehmi.com\/wp-json\/wp\/v2\/users\/1"}],"replies":[{"embeddable":true,"href":"https:\/\/harry.sufehmi.com\/wp-json\/wp\/v2\/comments?post=1508"}],"version-history":[{"count":0,"href":"https:\/\/harry.sufehmi.com\/wp-json\/wp\/v2\/posts\/1508\/revisions"}],"wp:attachment":[{"href":"https:\/\/harry.sufehmi.com\/wp-json\/wp\/v2\/media?parent=1508"}],"wp:term":[{"taxonomy":"category","embeddable":true,"href":"https:\/\/harry.sufehmi.com\/wp-json\/wp\/v2\/categories?post=1508"},{"taxonomy":"post_tag","embeddable":true,"href":"https:\/\/harry.sufehmi.com\/wp-json\/wp\/v2\/tags?post=1508"}],"curies":[{"name":"wp","href":"https:\/\/api.w.org\/{rel}","templated":true}]}}