{"id":1565,"date":"2007-12-06T17:03:26","date_gmt":"2007-12-06T10:03:26","guid":{"rendered":"http:\/\/harry.sufehmi.com\/archives\/2007-12-06-1565\/"},"modified":"2007-12-06T17:03:26","modified_gmt":"2007-12-06T10:03:26","slug":"jil-ulil-dan-intelektualitas","status":"publish","type":"post","link":"https:\/\/harry.sufehmi.com\/archives\/2007-12-06-jil-ulil-dan-intelektualitas\/","title":{"rendered":"JIL, Ulil, dan Intelektualitas"},"content":{"rendered":"

Bicara soal JIL bukanlah bicara soal intelektualitas. JIL belum sampai ke level tersebut.
\nBaru pada level fakta saja JIL sudah bermasalah.<\/p>\n

Artikel berikut ini mengilustrasikannya dengan sangat gamblang.<\/p>\n

Selamat membaca.<\/p>\n

<\/p>\n

Yang Sembrono dari Ulil Abshar<\/a><\/p>\n

Rabu, 05 Desember 2007<\/p>\n

Tulisan saya di hidayatullah.com ditanggapi Ulil dengan judul “Amran
\ndan Beberapa Kekeliruan”. “Ayolah Ulil, tunjukkan di mana kebebasan
\ndan toleransi Barat?”<\/p>\n

Oleh: Amran Nasution *<\/p>\n

Ketika masih wartawan, saya menulis sebuah laporan utama sepulang
\nmelakukan liputan di Filipina Selatan. Pak Amir Daud, Redaktur
\nPelaksana waktu itu, 1981, memanggil saya ke mejanya. “Berapa usia
\nAnda?”, katanya. Tentu saya kaget. Untuk apa usia ditanya kalau
\nmasalahnya ada pada tulisan. Tapi saya jawab melihat ia sangat serius.<\/p>\n

“Kalau begitu Anda masih bisa berubah. Mulai sekarang, berubahlah,”
\nujarnya. Lalu ia menunjuk kesalahan itu. Ternyata, saya sembarangan
\nmeletakkan titik dan koma. Di mata Pak Amir, saya sembrono. <\/p>\n

Ya, sembrono. Itulah yang saya lihat setelah membaca tulisan Ulil
\nAbshar-Abdalla dari Departmen of Near Eastern Languages and
\nCivilizations, Harvard University, yang dimuat di Milist ICRP juga
\ndimuat dalam kolomnya di situs Jaringan Islam Liberal (JIL), tanggal
\n30 November 2007. Ia menanggapi artikel saya, Dari Moshaddeg Sampai
\nMount Carmel (www.hidayatullah.com, 23 dan 24 November 2007). <\/p>\n

Ia mengabaikan begitu saja pendapat bahwa sanksi penistaan agama yang
\nterjadi di Eropa dan Amerika jauh lebih kejam dan lebih sektarian.
\nTapi kesemboronon Ulil tak terbatas titik, koma. Ia malah berbuat
\nseenaknya dengan fakta, sesuatu yang di kalangan wartawan ditempatkan
\npada posisi amat tinggi. Tentu juga mestinya di kalangan intelektual
\nsemacam Ulil. Bagaimana mungkin dia membuat analisa yang benar, kalau
\nfaktanya salah. Garbage in, garbage out. Yang masuk sampah, pasti
\nkeluarnya sampah. <\/p>\n

Berikut saya tunjukkan sampah itu.<\/p>\n

Dia menyebut semua sekte, aliran, mazhab, dan keyakinan bisa
\nberkembang bebas di negeri Barat. Sebagai contoh ia tunjuk Mormon
\nyang salah satu pengikutnya, Mitt Romney, pernah menjadi gubernur dua
\npriode di negara bagian Massachusetts. Romney sekarang menjadi bakal
\ncalon presiden dari Partai Republik. <\/p>\n

Saya mulai dari garbage kecil ini. Adalah bohong kalau dikatakan
\nRomney (nama lengkapnya Willard Mitt Romney, 60 tahun) menjabat
\ngubernur dalam dua priode. Ia cuma satu priode Gubernur
\nMassachusetts, 2002 \u00e2\u20ac\u201c 2006. Pada 1994, eksekutif sukses ini pernah
\nmencalonkan diri menjadi anggota Senat mewakili Partai Republik, tapi
\ndikalahkan Edward M.Kennedy (Partai Demokrat). Penyebab terpenting
\nkekalahannya, ya soal agama Mormonnya itu (lihat artikel Michael
\nPaulson, the Boston Globe, 9 November 2002). <\/p>\n

Dalam pemilihan gubernur 2002 yang dimenangkannya, Romney menghadapi
\nShannon O’Brien, seorang Katolik. Untuk diketahui Massachusetts cukup
\nheterogen, banyak etnik dan agama. Tapi mayoritas penduduknya Katolik
\n(44%), lalu Kristen 22%, sisanya Atheis, Yahudi, Buddha, Hindu,
\nIslam, dan Mormon. <\/p>\n

Pada masa kampanye kali ini soal Mormonnya tak ditembaki lawan.
\nMasalahnya, lawan juga sedang grogi bila agama dibawa-bawa. Isu
\npenyelewengan seksual oknum pastor dengan anak altar sedang
\nmenghangat waktu itu. Kemudian nama Romney lagi berkibar sebagai
\npenyelanggara Olimpiade Musim Dingin di Salt Lake City. Perhelatan
\nakbar itu nyaris gagal karena panitia dilanda berbagai skandal.
\nRomney muncul sebagai penyelamat. <\/p>\n

Bagaimana peluangnya kini sebagai bakal calon Presiden Partai
\nRepublik? Tipis sekali. Penyebabnya agamanya itu. Itulah sekarang
\nyang menjadi isu hangat di sekitar pencalonan Romney. Survei the Wall
\nStreet Journal\/NBC, awal November lalu, menunjukkan mayoritas
\nresponden tak bisa menerima seorang Mormon menjadi Presiden Amerika
\nSerikat. Yang menyatakan bisa hanya 38% (the Washington Post, 28
\nNovember 2007). Nah, benar kan? Kalau masukan salah analisa salah
\npula. <\/p>\n

Sekarang mengancik ke soal sampah yang lebih serius. Kata Ulil,
\nMormon bebas berkembang di Amerika. Dari mana cerita itu didapatnya?
\nSejarah menunjukkan banyak darah berceceran di sekitar eksistensi
\nsekte yang resminya disebut the Church of Jesus Christ of Latter-Day
\nSaints. <\/p>\n

Pencetus dan pemimpin pertama Mormon adalah Joseph Smith, lahir di
\nVermont pada 1805. Smith mengaku bertemu langsung dengan Tuhan dan
\nMalaikat lalu mendapat petunjuk untuk menyebarkan ajarannya yang ia
\nperoleh dari tulisan di piring emas di pegunungan New York. Tulisan
\nia terjemahkan selama berbulan-bulan dan menjadi kitab suci orang
\nMormon, the Book of Mormon. Jadi Mormon agama yang lahir di Amerika.
\nAjarannya mirip Kristen tapi mengharamkan arak, menghalalkan
\npoligami. <\/p>\n

Tentu Joseph Smith dan pengikutnya tak bisa diterima masyarakat. Ia
\ndianggap menyebarkan ajaran aneh yang bid’ah. Konflik sering terjadi.
\nMereka terlibat beberapa perkelahian dengan penduduk Missouri.
\nAkhirnya, pada 27 Oktober 1838, Gubernur Missouri, Lilburn Boggs,
\nmengeluarkan perintah memburu kaum Mormon yang disebut extermination
\norder (perintah pembasmian). Sekitar 2500 tentara menyerbu
\nperkampungan Mormon. Sejumlah pengikut Smith terbunuh, banyak wanita
\ndiperkosa. Smith dan beberapa pendetanya ditangkap. Untuk diketahui,
\nextermination order itu berlaku 100 tahun lebih sampai dicabut oleh
\nGubernur Missouri Christopher Bond di tahun 1976. <\/p>\n

Sekian lama ditahan, akhirnya Smith dan kawan-kawan dibebaskan.
\nMereka membangun perkampungan di tepi Sungai Missouri. Lama kelamaan
\nbanyak orang baru bergabung sehingga jumlah jemaah bertambah besar.
\nMereka kembali bentrok dengan masyarakat. Joseph Smith, adiknya Hyrum
\nSmith, dan dua pembantunya ditangkap. Pada pagi 27 Juni 1844, sekitar
\n200 massa mengepung penjara. Mereka bunuh Smith, adik, dan
\npembantunya (lihat artikel Jay Lindsay di Associated Press, 28
\nJanuari 2006). <\/p>\n

Sejak itu pengikut Smith kocar-kacir sampai belakangan datang
\npemimpin baru, Brigham Young, yang mengkonsolidasikan mereka. Dan itu
\ntak gampang. Hanya berkat kegigihan dan keuletan saja mereka bisa
\nbertahan. Di Massachusetts, misalnya, seperti ditulis Jay Lindsay,
\nbaru di tahun 1960-an, Mormon bisa datang kembali. <\/p>\n

Dengan kisah berdarah-darah ini –sudah ditulis di banyak buku–
\nbagaimana Ulil berani mengatakan semua sekte, aliran, mazhab, dan
\nkeyakinan bisa berkembang bebas di negara Barat? <\/p>\n

Apalagi, dengan gagah berani ia menulis: “Saat ini, di seluruh negeri
\nEropa dan Amerika (juga Kanada dan Australia) nyaris `’mustahil”,
\nsekali lagi nyaris mustahil, kita jumpai kasus sebuah sekte
\ndiberangus atau dirusak propertinya karena membawa ajaran yang
\nmenyimpang.” <\/p>\n

Rupanya, peristiwa 19 April 1993, ketika FBI meledakkan dan membakar
\nhabis perkampungan Sekte Cabang David, mengakibatkan kematian David
\nKoresh dan 80-an pengikutnya di Mount Carmel, Waco, Texas, tak
\ndilihat Ulil sebagai perusakan properti sebuah sekte, aliran, atau
\najaran. <\/p>\n

Ilmu sihir apa yang telah menutup mata Ulil sehingga tak mampu
\nmelihat fakta itu? Guna melengkapinya di sini saya cuplikkan beberapa
\nperistiwa yang relevan, yang sempat saya kumpulkan: <\/p>\n

The New York Times, 7 Maret 2004, menulis, pada hari Jumat, dua
\nmasjid dibakar di Annecy dan Seynod (Francis). Tak ada korban jiwa.
\nTapi peristiwa itu membuat marah kalangan Islam setempat karena tak
\nada respons dari pemerintah. Itu sangat kontras dengan pembakaran
\nsebuah sekolah Yahudi, November sebelumnya. Ketika itu, hanya
\nbeberapa jam kemudian, Menteri Dalam Negeri Nicolas Sarkozy, langsung
\nmeninjau ke lapangan dan mengomentari peristiwa itu sebagai tindakan
\nrasis.<\/p>\n

Esoknya, baru Kantor Presiden mengeluarkan siaran pers menanggapi
\npembakaran masjid, mengatakan bahwa Presiden Chirac sangat terkejut
\natas serangan dan dengan keras mengecam aksi yang menjijikkan itu.
\nThe New York Times, 24 Desember 2004, memuat berita sebuah masjid
\nyang baru selesai dibangun di kota kecil Usingen, di barat laut
\nFrankfurt (Jerman), telah terbakar. Menurut polisi, pembakaran
\ndilakukan seseorang dengan sengaja. Pada bulan lalu, setelah terjadi
\npembakaran masjid di Belanda, sebuah botol berisi minyak tanah
\ndilemparkan seseorang ke sebuah masjid di dekat Kota Sinsheim,
\nJerman. <\/p>\n

Fakta di atas, sekali lagi, terbatas yang sempat saya kumpulkan. Saya
\ntak tahu persis sudah berapa banyak Sinagog \u00e2\u20ac\u201c belakangan Masjid \u00e2\u20ac\u201c
\nyang dirusak selama ini di Eropa atau Amerika. <\/p>\n

Di dalam buku A Brief History of Blaspemy (The Orwel Press, 1990),
\nRichard Webster menulis, kebencian orang Eropa kepada Yahudi yang
\ndikenal sebagai anti-semit, sesungguhnya punya akar yang dalam.
\nSekadar contoh, tulis Webster, di dalam risalahnya, Of the Jews and
\nTheir Lies, pelopor reformasi gereja Martin Luther menyatakan seluruh
\norang Yahudi sebagai tamak dan rakus. <\/p>\n

Tapi terutama setelah pembunuhan orang Yahudi oleh Nazi Jerman selama
\nPerang Dunia II, perlahan-lahan prasangka dan kebencian terhadap
\norang Yahudi berpindah kepada orang Arab dan Islam. Jadi tak usah
\nheran kalau aksi perusakan Sinagog di Eropa kini pindah ke Masjid. <\/p>\n

Karena itu pula orang Islam di Jerman, Inggris, Francis, Belanda, dan
\nsejumlah negara Eropa lainnya, bukan main sulit membangun masjid.
\nSaya punya segepok kliping koran yang menulis berita itu. Banyak
\nrencana membangun masjid sampai bertahun-tahun tak bisa terlaksana.
\nThe New York Times, 6 Juli 2007, sampai menuliskannya di dalam
\neditorial soal sulitnya pembangunan masjid di Cologne, Jerman, dengan
\njudul, ”Celebrating, Not Hiding”. <\/p>\n

Di Amerika juga sama. Kelompok Ahmadiyah berencana membangun masjid
\ndan pusat kebudayaan di atas tanah seluas 90 ha di kawasan terpencil
\ndi Walkersville, Maryland, sampai sekarang tak kunjung berhasil.
\nMasyarakat setempat keberatan (The Washington Post, 23 Oktober 2007).
\nAyolah Ulil, tunjukkan di mana kebebasan dan toleransi Barat yang
\nAnda cekokkan kepada teman-teman Anda selama ini? Mereka itu rasis
\nUlil. Terlalu banyak fakta sejarah yang tak bisa dihapus: mulai
\npemusnahan Indian, perbudakan orang hitam, pembunuhan dan pengusiran
\norang China, sampai sekarang giliran orang Arab dan Islam. <\/p>\n

Seolah terlihat hijau <\/p>\n

Akhirnya, saya khawatir Ulil melihat Barat seperti melihat hutan dari
\njauh: semua terlihat hijau royo-royo. Padahal bila didekati kelihatan
\npohon yang sudah gundul terbakar, tebing yang longsor, pohon-pohon
\ntumbang ditebang penduduk untuk kayu bakar, atau sungai yang dicemari
\nbungkus plastik supermie dan puntung rokok. <\/p>\n

Tapi yang paling mengagetkan saya pernyataan Ulil berikut.
\nKatanya, “Eropa belajar dari sejarah kelam itu hingga sekarang.
\nHasilnya tentu bukan main: lahirnya negara sekuler yang melindungi
\nkebebasan beragama. Atau tepatnya melindungi agama dari intervensi
\nnegara (versi Roger William), dan melindungi negara dari intervensi
\nagama (versi Thomas Jefferson). Kedua intervensi itu sangat buruk
\nakibatnya baik bagi agama atau negara sendiri.” <\/p>\n

Padahal sudah beberapa tahun ini, setidaknya sejak peristiwa serangan
\nteroris terhadap menara kembar WTC di New York, 2001, tak sedikit
\nbuku yang terbit, tak terhitung artikel ditulis, yang menyoroti
\nbagaimana Amerika Serikat tak lagi membatasi hubungan agama dengan
\nnegara seperti yang digembar-gemborkan Ulil itu. <\/p>\n

Saya tak ingin memperdebatkan baik-buruk, manfaat-mudharat, dari
\nterbaurnya hubungan itu. Seperti saya juga tak mau memperdebatkan di
\nsini konsistensi sikap Thomas Jefferson, nama yang dikutip Ulil. Ia
\nmerancang Declaration of Independence yang begitu muluk bicara
\ntentang kebebasan, sementara ia sendiri memiliki ratusan budak. Malah
\nsampai meninggal dunia ia meninggalkan budak-budak yang diburu dari
\nAfrika sebagai harta warisan. <\/p>\n

Jefferson rupanya gambaran dari negara yang diwariskannya: mengekspor
\ndemokrasi ke mana-mana sembari membunuhi jutaan rakyat tak berdosa di
\nmana-mana. Mulai Vietnam, Laos, Korea, Iraq, Lebanon, Nikaragua,
\nGuatemala, Panama, dan banyak lagi. Inilah satu-satunya negara di
\ndunia yang tega membunuh lebih 200 ribu rakyat tak berdosa dengan bom
\natom uranium di Nagasaki dan Hirosima. Picing mata pada pembangunan
\narsenal nuklir Israel di Dimona, tapi mencak-mencak kepada nuklir
\nIran. <\/p>\n

Amerika kini merupakan satu-satunya negara besar di dunia yang
\nmenolak meratifikasi Protokol Kyoto, karena para tokoh Kristen
\nEvangelical yang sangat berpengaruh di Partai Republik dan Gedung
\nPutih menganggap bukan karbon dioksida yang menyebabkan perubahan
\niklim. Semua ditentukan oleh Yang Mahakuasa (Almighty). <\/p>\n

Iraq diserang, Saddam Hussein ditumbangkan, karena ia dianggap
\npengganti Nebuchadnezzar, Raja Babylonia yang memerangi Israel dan
\nmerusak Jerusalem pada tahun 586 sebelum Masehi. Jadi senjata
\npemusnah massal atau upaya demokratisasi hanyalah dalih. <\/p>\n

Selanjutnya setahun setelah Baghdad dikuasai, koran the Los Angeles
\nTimes melakukan survei dan menemukan 30 misionaris Evangelical di
\nkota itu yang menempel (embeded) pada tentara pendudukan Amerika.
\nKyle Fisk, Kepala Administrasi the National Association of
\nEvangelicals, mengatakan kepada wartawan koran itu, ”Iraq akan
\nmenjadi pusat penyebaran ajaran Jesus Kristus ke Iran, Libya, dan ke
\nseluruh Timur Tengah.” (the Los Angeles Times, 18 Maret 2004). <\/p>\n

Pemberantasan penyakit Aids dengan cara pantang berhubungan seks
\nsembarang (abstinence), abortus diharamkan, begitu pula riset sel
\ntunas (stem-cell research), dan banyak lagi nilai-nilai Gereja
\nlainnya. Meski akhir tahun lalu, Partai Republik kalah dalam Pemilu
\nsela dan kehilangan suara mayoritas di Senat dan DPR, ternyata
\nOktober lalu, DPR tetap menyetujui menaikkan anggaran program
\nabtinence dari 28 juta menjadi 200 juta dollar setahun. Kenapa?
\nKarena para tokoh Partai Demokrat pun keder pada kelompok Evangelical
\nyang diduga punya pengaruh atas sekitar 30% pemilih. <\/p>\n

Pantaslah Bill Moyers, bekas wartawan televisi yang kini menjadi
\naktivis Gereja Evangelical, ketika berbicara di Harvard Medical
\nSchool, 4 Desember 2004, berkata, “Untuk pertama kali dalam sejarah
\nkita, ideologi dan theologi memonopoli kekuasaan di Washington.” <\/p>\n

Dimulai sejak zaman Presiden Reagan, tapi terutama pada dua priode
\nkepemimpinan Bush, pelan-pelan Amerika sudah mendekati negara
\ntheokrasi dan Partai Republik merupakan partai Kristen pertama dalam
\nsejarah Amerika. Bacalah American Theocracy (Viking Penguin, 2006)
\nditulis Kevin Phillips, penasehat politik utama Partai Republik di
\nzaman Nixon. <\/p>\n

Fenomena itu cukup jelas diterangkan Profesor Samuel P.Huntington di
\ndalam Who Are We? America’s Great Debate (The Free Press, 2005). Saya
\ntak ingin mengulangi lagi cerita itu. Sudah saya tulis di
\nwww.hdayatullah.com: An-Naim dan “Perang” Presiden Bush, 15 Agustus
\n2007, dan Hizbut Tahrir, Sekularisme dan Fenomena Global, 27 Agustus
\n2007. Cerita ini saja sudah terlalu panjang. [www.hidayatullah.com]<\/p>\n

* Penulis adalah mantan Redaktur GATRA dan TEMPO. Kini, bergabung
\ndengan IPS (Institute for Policy Studies) Jakarta <\/p>\n

Ref: http:\/\/hidayatullah.com\/index.php?option=com_content&task=view&id=5919&Itemid=1<\/a><\/p>\n","protected":false},"excerpt":{"rendered":"

Bicara soal JIL bukanlah bicara soal intelektualitas. JIL belum sampai ke level tersebut. Baru pada level fakta saja JIL sudah bermasalah. Artikel berikut ini mengilustrasikannya dengan sangat gamblang. Selamat membaca.<\/p>\n","protected":false},"author":1,"featured_media":0,"comment_status":"open","ping_status":"open","sticky":false,"template":"","format":"standard","meta":{"footnotes":""},"categories":[3],"tags":[],"class_list":["post-1565","post","type-post","status-publish","format-standard","hentry","category-islam"],"_links":{"self":[{"href":"https:\/\/harry.sufehmi.com\/wp-json\/wp\/v2\/posts\/1565","targetHints":{"allow":["GET"]}}],"collection":[{"href":"https:\/\/harry.sufehmi.com\/wp-json\/wp\/v2\/posts"}],"about":[{"href":"https:\/\/harry.sufehmi.com\/wp-json\/wp\/v2\/types\/post"}],"author":[{"embeddable":true,"href":"https:\/\/harry.sufehmi.com\/wp-json\/wp\/v2\/users\/1"}],"replies":[{"embeddable":true,"href":"https:\/\/harry.sufehmi.com\/wp-json\/wp\/v2\/comments?post=1565"}],"version-history":[{"count":0,"href":"https:\/\/harry.sufehmi.com\/wp-json\/wp\/v2\/posts\/1565\/revisions"}],"wp:attachment":[{"href":"https:\/\/harry.sufehmi.com\/wp-json\/wp\/v2\/media?parent=1565"}],"wp:term":[{"taxonomy":"category","embeddable":true,"href":"https:\/\/harry.sufehmi.com\/wp-json\/wp\/v2\/categories?post=1565"},{"taxonomy":"post_tag","embeddable":true,"href":"https:\/\/harry.sufehmi.com\/wp-json\/wp\/v2\/tags?post=1565"}],"curies":[{"name":"wp","href":"https:\/\/api.w.org\/{rel}","templated":true}]}}