Preman berjubah, kampanye FUD ?

Hari ini saya menerima sebuah email berjudul “Waspadalah !” dari sebuah milis komunitas. Disitu dibahas mengenai kelakuan beberapa preman berjubah, yang menteror wanita-wanita di bus.

Seperti halnya dengan berbagai email berantai lainnya, ada beberapa masalah dengan posting tersebut :

[ 1 ] Tidak ketahuan sanad-nya; urutan periwayatannya tidak tercantum. Sehingga, salah satunya, tidak bisa dirunut sumber berita tersebut

[ 2 ] Karena masalah di poin 1, maka kebenaran berita tersebut juga menjadi sulit untuk dikonfirmasikan

[ 3 ] Kalaupun, misalnya, ternyata kemudian berhasil diverifikasi bahwa berita tersebut benar terjadi; masih tetap perlu diperiksa, siapa para pelaku tersebut.
Apakah memang dari komunitas mesjid kebun jeruk tersebut, atau oknum yang ingin merusak nama Islam / komunitas ybs.

Kemudian saya mendapatkan informasi dari kenalan yang kebetulan tahu betul daerah tersebut. Dari informasinya, sepertinya memang berita tersebut adalah usaha untuk memfitnah komunitas mesjid kebun jeruk dan/atau memfitnah umat islam; terutama yang pro RUU APP.
Berikut adalah kutipan email ybs:

From: global sistem
Subject: Re: [xxx] Waspadalah!

Heheehe

Memangnya pada ga tahu ya ,yang ikut jamaah di Mesjid Kebun jeruk itu memang biasa jadi sasaran untuk di Salahkan….

Karena kenapa ?…. lho itu Mesjid kan kanan kirinya Tempat Maksiat !!!!!belakang dan Depannya juga tempat Maksiat…..

Itu perempuan 2 Perek dan Prostitusi Memang berada di sekitar mereka mulai dari jam 4. 00 sore samapai malam….dan Pagi lagi….

Nah biasanya kalau malam Jum at merka selalu mengadakan Pengajian Bersama dan yang Datang banyak Sekali….

Itu menyebabkan Macet biasanya sampai jam 10 malam , begitu banyaknya yang datang menyebabkan perek 2 yg disana pada RISI dan Sedikit malu ( kebanyakan sudah Kebal ga ada rasa Malu lagi )…. Heheheheh

Nah itu kan membuat perek perek jadi kaga laku…. karena Hidung belang pada Malu mau samperin mereka……dan buat OmSEt Turun Boo…..

Paling yang nulis berita itu…..hehehehehe………
Yang jelas yang BENCI mereka ya GERMONYA, PEREKNYA , HIDUNG BELANGNYA…..DAN PREMAN 2 SITU DEH………

iTU mesjid syukur sudah masuk Cagar Budaya jadi sampai kapanpun tidak bisa di gusur….. dan di teror sama mereka……

pissss

Bagi yang mempunyai informasi lebih lanjut, silahkan bisa memposting komentarnya.

Berikut ini adalah posting asli mengenai preman berjubah tersebut:

Pengen sharing pengalaman saya aja kemaren di atas bus
Kemaren, 27 Maret 2006, seperti biasa saya pulang dari
kerja di RSCM naik bus patas pulang ke kota.
Kebetulan duduk agak depan kanan.
Kira2 di dekat Kwitang, saya yang lagi ngantuk2 kaget
mendengar kegaduhan di baris belakang. Semua penumpang
menengok ke belakang.

Ternyata ada 2 orang bapak2 yang sedang marah2 dan
ngamuk terhadap 3 orang wanita yang duduk bersama di
belakang.
Ketiga wanita ini masih muda, sekitar 25 tahun, duduk
bertiga dengan dandanan mahasiswi, berkaus lengan
pendek dengan celana jeans. Kedua orang yang ngamuk
ini berusia sekitar 40 dan 50 tahun, berbaju jubah
putih panjang bercelana kain longgar, berkumis dan
berjenggot lebat dan menggunakan pici dan surban.
Mereka marah besar dan menuduh ketiga wanita yang
duduk ini melakukan pornoaksi dan membuka aurat mereka,
menyebabkan banyak pria melakukan dosa, dll. Sambil
memarahi mereka dengan campuran bahasa Indonesia, Arab
dll dengan amat kasar dan tak pantas. Terus menerus
mengatakan murtad muted dan pujian pada Yang Di Atas.

Mereka akhirnya mengusir ketiga wanita ini di sekitar
tugu tani ke luar bus. Sampai mereka turun di gang
Petasan ke arah Mesjid Kebun Jeruk , mereka terus
marah2 berdua, saling berdiskusi dengan suara garang
dan keras sehingga terdengar ke seluruh bis, betapa
sudah murtad dan tak bermoralnya Indonesia, betapa
bangssa ini harus dicuci bersih, betapa semua orang
sudah tak bermoral dan harus dikembalikan pada
hakikatnya, dll.

Saya dan penumpang lain terus terang ketakutan juga
melihat kegarangan dua pendekar moral ini. Sesudah
mereka turun, ramai kita bicara, rupanya kata
penumpang ibu2 di sekitarnya, 3 wanita tadi tak
melakukan apa2, hanya masuk di Salemba dari depan ,
melewati kedua bapak itu dan duduk ngobrol bersama,
seperti biasa yang dilakukan orang2 di bus bersama
rekan2nya. Tiba2 kedua bapak ini dari duduk di depan
bergegas ke belakang marah2. Ibu2 di bis hampir semua
merasa aneh, mereka semua rata2 berdandan sama, kaos
lengan pendek, rok atau celana jeans namun mungkin
karena sudah tua dan tak menggugah lagi, shingga
dilepaskan oleh kedua bapak ini.

Ini hanya kesaksian saya yang kebetulan menyaksikan
saja Bayangkan seperti biasa di Patas ke kota ini,
yang naik bisa ber 5-15 orang yang akan ke mesjid kebun
jeruk itu, bagaimana bila mereka terus melakukan hal
ini terhadap setiap perempuan yang menggugah mereka
dan dianggap mereka membuka aurat dan tak bermoral.
Tak lama pasti akan terjadi tindakan main hakim sendiri
Kemarin itu ke 3 wanita itu diusir dari bis, kalau para
penegak moral itu, katakanlah ber 5-10, yang
dimarahi itu sendiri atau berdua, dianggap sengaja
merangsang , siapa yang dapat menjamin tak terjadi
tindakan kekerasan atau malah pelecehan seksual
misalnya Toh logika saya, para wanita itu sudah
dianggap/dipersepsikan sebagai perempuan bukan baik2,
pasti tak ada salahnya dong di”apa apa kan”

Ini Cuma menghimbau aja hati2 pada teman2 wanita yang
naik kendaraan umum. Walau RUU ini masi begitu
kontroversial namun saya menyaksikan tindakan
sewenang2 ini sendiri.
Terima kasih

18 thoughts on “Preman berjubah, kampanye FUD ?

  1. FUD = Fear, Uncertainty, Doubt.

    Strategi yang digunakan untuk menjauhkan orang dari sesuatu yang tidak kita sukai, dengan menakut-nakuti dan membuat bimbang/ragu; dengan data/fakta yang belum tentu tepat.

  2. http://masarcon.multiply.com/journal/item/49

    Mau dibawa kemana negeri ini ? heuran deh

    From: KRL-Mania@yahoogroups.com
    On Behalf Of ursula sitorus
    Subject: [KRLMania.com ] OOT : FBR vs FPI

    Mulai hari Senin 19 Juni, di ujung jalan Kramat Lontar yang menghubungkan
    dengan jalan Kramat Sentiong sudah dipasang panggung, setelah saya
    perhatikan ternyata akan ada acara dari FBR cabang Kramat Lontar, entah
    apapun namanya.

    Selasa, 20 Juni 2006, pk. 22.00 ketika sampai ke kos di Kramat Lontar, ada
    kejadian yang benar benar di luar dugaan dan menurut saya, maaf, sangatlah
    konyol!! Panggung milik FBR yang berjarak hanya 50 m dari kos menggelar
    acara dangdutan, sedangkan di rumah sebelah saya, menggelar acara pengajian
    yang notabene adalah milik FPI entah cabang apa. Yang paling parah adalah
    keduanya sama sama memakai pengeras suara. Bisa dibayangkan bukan, betapa
    ramainya kondisi sekitar kos saya, radius 50 m kekanan dan kekiri.

    Bingung? Pasti!!! Mengapa kedua pihak ini sama sama bersikeras memakai
    pengeras suara? Jujur saja, setelah 1 tahun numpang tinggal di kampung ini,
    baru sekali ini mengalami kejadian ini. Setiap minggu entah hari apa, rumah
    sebelah memang selalu menggelar acara pengajian, tapi baru kali ini memakai
    pengeras suara yang beradu dengan suara dangdutan dari kelompok FBR.

    Kalau dipikir lebih dalam mungkin tambah bingung. Dari sisi FBR, sebagai
    orang yang punya kampung, mereka merasa berhak membuat apapun, dan pula
    mungkin juga mereka mempunyai izin keramaian. Dari sisi FPI, mereka
    mempunyai hak untuk berkumpul dan menyelenggarakan kegiatan keagamaan. Tapi
    kedua duanya sama sama tidak punya TOLERANSI!!

    Pk. 23.00 FPI dan FBR sama sama tidak memberikan kesempatan kepada
    tetangganya untuk beristirahat. keduanya sama sama masih memakai pengeras
    suara, mengganggu waktu istirahat apalagi yang besok harus ke kantor ataupun
    ke sekolah. Keduanya pun tidak mau mengalah untuk memberikan kesempatan
    untuk pihak mana duluan yang diberikan kesempatan melakukan kegiatannya
    (serunya, dangdutan FBR menampilkan penyanyi yang lumayan seksi dan FPI
    dengan anggotanya memakai pakaian muslim lengkap).

    Pk. 23.30 dangdutan mendadak hilang, dan tidak lama lagi terdengar ribut
    ribut di depan kos, saya langsung keluar kamar dan melihat dari teras lt. 3
    kosan saya. Dan wow�� anak anak FPI menyerang FBR dengan melemparkan batu,
    kayu, merusak panggung. Pemandangan yang mengerikan, mengapa? Karena setelah
    pengajian, kok bisa bisanya mereka membuat keributan begitu, setelah
    menyerang dan kembali berkumpul di depan kos saya dan menyebutkan beberapa
    kalimat islami yang saya tidak tahu artinya. Setelah itu mereka membubarkan
    diri. Tapi saya melihat, ada orang FBR yang berusaha melerai pertikaian ini
    namun berbicara melalui HT. saya langsung menebak, pastinya ia memanggil
    teman temannya mengingat Kramat Senen ini adalah kampungnya FBR.

    Pk. 23.50, serentak kelompok FBR mendatangi rumah ustad dari FPI itu. Duh
    ngeri deh, mereka bawa kayu, bamboo runcing, besi dan meneriakkan kata kata
    kasar. Beberapa anak FPI yang bergerak menjauh dikejar sampai ujung jalan.
    Ada 3 mobil polisi namun diam saja. Wow�. Mengerikan!!!

    Sampai Pk. 01.00 jalan Kramat Lontar masih ramai dan mencekam. Masing masing
    kelompok ini menyatakan dirinya yang benar. Seandainya acara FBR dibuka
    dengan pengajian dan ceramah rohani dari FPI lalu dilanjutkan dengan
    dangdutan ala FBR mungkin lebih baik, sehingga keduanya bisa berjalan tanpa
    harus saling beradu pengeras suara.

    urs

  3. Maaf. Saya editor dari Bandung & Beyond Mag, tinggal di Bandung. Insya Allah muslim. Ingin menyampaikan rasa heran?

    Kalau yang posting surat palsu itu ditengarai germo (itupun semata dugaan, bukan tuturan kesaksian seperti dalam surat ‘germo’ itu). Mengapa tata bahasanya lancar ya? Seperti tata bahasa orang yang berpendidikan.

    Bila germo yang berpendidikan itu, merasa khawatir akan hak asasi orang yang dicederai, mengapa surat yang ada kata hehehe-nya itu (yang dianggap benar), justru menghinakan kemanusiaan orang karena status sosialnya pelacur? Barangkali, diantara keluarga Anda tidak ada yang melacur karena tuntutan ekonomi, ya? Allah Maha Adil, cemoohan anda pada pelacur akan dicatat. Mudah-mudahan Anda bisa merasakan sendiri kepedihan seorang pelacur.

    Saya tidak ingin memihak, pro kontra RUU APP. Hanya saja. Jika Islam pada kelahirannya mencoba memuliakan manusia dengan kata-kata yang baik, mengajak kepada kebijaksanaan, mendudukan pada mizan, bersikaplah adil. Barangkali itu yang Anda dan kelompok ada lupakan pada saat ini.

    Piss juga, dan arti piss itu damai kan?

    Terima Kasih.

  4. ferren – memangnya germo tidak boleh berpendidikan ya ? 🙂

    anyway, inti masalah pada posting ini adalah mengenai kebenaran berita awalnya (preman berjubah), yang sama sekali tidak bisa ditelusuri / diverifikasi kebenarannya – namun sudah tersebar kemana-mana.

    Lebih tepat adalah posting seperti di komentar Ari Condro, yang masih bisa ketahuan sumbernya.

  5. Terima kasih, atas tanggapan akang. Sebenarnya saya pernah meliput wilayah lampu merah di Bandung. Germo memang banyak yang berpendidikan, diantara mereka ada seorang teman, pandai filsafat, atheis (ngakunya), tulisannya bagus, mahasiswa PTS Islam di Bandung, tapi dia tidak punya kepentingan dengan kebebasan dan hak asasi, lebih2 RUU APP. Dia pernah bilang,

    “Faye pelacuran di Indonesia itu nggak ada, yang ada cuma orang miskin. Dan Agama bukan malah ngangkat mereka (dia mengumpat Aa Gym), mereka malah disuruh Sabar, sementara Kyai sendiri hidup mewah. Yang lain di adu domba antar umat, hidup tetep miskin, Palestina disumbang duit, yang kelaparan jalan sendiri-sendiri.”

    Tak bisakah Anda bersikap adil dan simpati pada orang kecil seperti pelacur, germo, preman berjubah, atau mbak-mbak yang berkerja malam, lantas dicurigai perempuan tidak baik-baik? Allahu Akbar, Rasulullah SAW sendiri pernah menjawab, bahwa jika ada ular dan kemiskinan, kemiskinan yang lebih dahulu di bunuh, meskipun Rasul mengetahui bahwa ular bisa membunuh. Kalimat tersebut telah menjelaskan, bahwa Rasulullah siap mati demi menangkal kemiskinan.

    Coba anda (yang menulis tentang pelacur seenaknya) datangi kompleks pelacuran, makan bersama satu piring dengan para pelacur, tolong makan bersama mereka, MAKAN!!! Rasakan uang haram yang mereka makan dengan mengorbankan farji, dan rasakan kepedihan hati mereka memakan uang haram itu.

    Balaghah, nahwu, sharaf, ma’ni, bayyan, rija al hadist, musthalaah, dirayah, riwayah, shirah, kalam, falak, Tahqiqiy istinbathiy, semua ilmu Islam yang KAMU PELAJARI hanya BISA BERGUNA jika KAU MENCINTAI SESAMAMU. Itu yang saya rasakan sendiri. 10 tahun di pesantren, LDK, KAMMI, PII, PKS, saya merasakan jauh. Jauh dari rasa adil, kesyukuran dan cinta kepada Allah.

    Allah tidak hanya tercantum dalam Qur’an bung. Allah sendiri yang menjamin naskh untuk tidak hilang dan berganti, sure i believe it. Giliranmu mencari Allah di sisa dunia yang lain.

    Dunia ini luas untuk Muslim dan Kafirin. Tunjukan pada Kafirin, bahwa muslim itu adil. Orang kafir juga manusia.

    Wallahu a’lam

  6. ferren – sebetulnya sudah melenceng dari topik, tapi ok…

    Pernahkah Anda pikirkan kemungkinan bahwa memang ada pelacur yang memang melacur *bukan* karena keterpaksaan ?

    pelacuran di Indonesia itu nggak ada, yang ada cuma orang miskin.

    Lantas kenapa ada pelacur-pelacur kelas atas di Indonesia ? Perek ABG ? dst.

    Pernahkah Anda mewawancarai keluarga-keluarga yang hancur, anak-anaknya jadi terlantar, karena pelacur ?

    Kalau orang-orang yang memang terpaksa, saya pun sedih dan mengerti. Itu tidak perlu ditanyakan lagi sebetulnya, harus otomatis kita simpati dengan orang-orang yang kalah ini.

    Tapi disini Anda cenderung menggeneralisir bahwa semua pelacur adalah demikian. Saya tidak setuju dengan ini.
    Germo yang Anda wawancarai itu sepertinya memang pintar sekali, sampai bisa mempengaruhi opini Anda.

    Mengenai berbagai organisasi Islam; memang sepertinya sejauh ini banyak kawan-kawan saya yang baik justru adalah yang bukan anggota organisasi apapun. Tapi ini cuma anecdotal evidence dan saya tidak menarik kesimpulan dari sini.

    Wallahua’lam, semoga Allah swt mencerahkan kita semua selalu, trims.

  7. Aduh, jadi nggak enak begini.. yah melenceng memang.

    Pernahkah Anda mewawancarai keluarga-keluarga yang hancur, anak-anaknya jadi terlantar, karena pelacur ?

    Ada Baling (Pasteur), Novita (Braga dalam), Amex (Pelesiran), anak jalanan dari orang tua ‘maaf’ pelacur, jgn tanya masa depan mereka. Di sisi lain ada A**nx si Germo (dia yang menyuplai acara Fenomena T***s TV di Bandung), perempuan yg dia bawa kebanyakan mahasiswi. Berat Kang Harry, seks di satu sisi memang gaya hidup, di pub malam Bandung, lingerie dance, saya bertemu teman sekelas di Kampus, dan dia menawarkan diri cukup dgn beberapa gelas screw, hot latina dll… para jenderal polisi yang berteman dgn saya, pernah mengajak ke pub karaoke, di sana mereka bermesum ria. Biw, pastur dari Advent, doyan mabok nonton bf. Q, penulis aktivis muda novelnya dan bukunya telah diterbitkan penerbit nasional, tapi sekalinya ke Bandung ketemu saya pasti mengajak cari cewek. Suf, dekan universitas ternama di Bandung, meminta tesis-nya dikerjakan oleh saya. A dan H keduanya aktivis dakwah, oleh teman kost-nya yang kebetulan wartawan seperti saya pernah dipergoki ‘main’. Anak2 mentoring Islam ada kecenderungan psikopat diam-diam, mereka mulai klepto, MQ menunjukan i’tikad seperti Hawwariyin Malaysia (tahu kan maksudnya).

    one word : Jangaaaar…..!!! (orang betawi bilang ilok -kabarnya kata ilok sudah punah)

    Hidup itu janggal dan absurd Kang Harry. Saya minta maaf kalau posting belakangan cenderung emosi. Sebenarnya saya bukan pedamba kericuhan. Anda juga bukan saya yakin itu.

    Soal preman berjubah, Kang Ahmad Taufik dari Garda Kemerdekaan datang ke tempat saya bulan kemarin. Beliau sedih, harus melawan guru sendiri, Habib Riziq. Tapi agar Islam tdk cenderung masuk dalam skrenario Mawar -istilah teman dari Hubungan Internasional meneliti kecenderungan CIA mempolitisir gerakan massa spontan di Asia Tenggara, dia panjang lebar diskusikan itu. Ulil si Bejat itu, memang tools yang empuk. semakin pecah belah, semakin bagus untuk menggergoti ketahanan nasionalisme kebangsaan. Kang Ahmad Taufik sadar itu, tapi orang tua memang susah dinasehati, ya sudahlah…

    Mengutip Ayumi Hamasaki dalam Daybreak :

    Kita berjalan masing-masing
    Toh kita masih beratap pada langit yang sama.

    End of notes, senang berkenalan dengan kawan2 di milis ini.

    Wassalam

  8. satu hal yang saya dapat dari pengalaman saya bersentuhan dengan berbagai kelompok Islam selama lebih dari 10 tahun – mereka juga manusia ™ seurieus 🙂

    kalau sudah masuk suatu kelompok islam, tidak lantas otomatis berarti akan jadi orang shaleh.
    tetap ada saja yang munafik, pembohong, soothsayers; selain memang ada juga mata-mata yang disusupkan oleh berbagai pihak (pengalaman seorang guru saya)

    ada seorang kawan keluarga kami yang sudah amblas uangnya sampai milyaran rupiah karena “tsiqoh” (percaya) dengan kawan-kawan pengajiannya, diajak bergabung ke berbagai peluang bisnis, yang kemudian gagal semua, dst.

    Aukai Collins saja, mujahidin dari Amerika, sampai menjadi frustasi ketika dia menemukan kenyataan seperti ini. Bayangkan, mujahidin, yang sedang berperang di jalan Allah swt untuk membela umat muslim yang tertindas, dan nyawanya selalu terancam tercabut setiap detiknya – masih sempat juga main politik, saling menusuk dari belakang, dst.

    Apalagi yang disini ?

    ya, sama seperti manusia pada umumnya juga tho ?

    kalau berpeci, berbaju koko, pakai jilbab; tidak otomatis berarti pasti lebih baik. kalau kita jadi lengah karena penampilan, kita cuma bisa menyalahkan diri kita sendiri saja.
    saya nih sering pakai baju koko sehariannya, jenggot juga lumayan lah panjang. tapi jangan langsung percaya dan menitipkan duit 5 milyar begitu saja. nanti saya tipu sampeyan, ‘tak bawa kabur duitnya ke Inggris, baru tahu rasa 🙂

    jadi, sekarang saya sedang non-blok saja, prinsip saya; ambil yang baik, tinggalkan & informasikan mereka mengenai kekurangannya.
    well, at least I’m trying so.

    mudah-mudahan kita bisa sama-sama sabar ya menghadapi semua ini. (definisi sabar: tidak emosi *dan* berusaha mengubahnya sebisanya, dengan cara-cara yang baik). trims.

  9. HAMPIR setiap malam Jumat, arus lalu lintas di sepotong Jalan Hayam Wuruk, Jakarta Barat, agak tersendat, dan kadang-kadang macet. Hal itu disebabkan adanya kegiatan keagamaan di Masjid Jami Kebon Jeruk di jalan itu.

    Jemaah yang hadir di masjid yang didirikan pada abad ke-18 itu cukup banyak sehingga meluber sampai ke jalan. Di sekitar bangunan masjid yang seakan terkepung oleh berbagai jenis bangunan itu banyak pedagang menggelar berbagai barang keperluan ibadah semisal baju koko, dan peci. Juga obat-obatan, minyak wangi dan lain-lain, yang menyita sebagian Jalan Hayam Wuruk. Antara para pedagang dan jemaah yang umumnya berpakaian gamis dan berpeci putih itu tampaknya terjalin hubungan kekeluargaan yang erat.

    Masjid di Jalan Hayam Wuruk No 83 yang diapit deretan bangunan perkantoran dan pertokoan itu tak pernah sepi. Termasuk pengajian/ceramah pada setiap malam Jumat. Kegiatan itu juga diramaikan oleh “pasar malam”. Di sekitar masjid. Di kompleks bangunan masjid itu tak pernah sepi dari jamaah, termasuk jemaah yang menginap dan melakukan aktivitas keagamaan di tempat itu.

    Masjid ini dikunjungi jemaah dari berbagai kota di Indonesia dan juga dari mancanegara. Selain beribadah, mereka menimba ilmu dan melakukan kegiatan dakwah.

    Muhammad Sobri (25), yang datang dari Medan, Sumut, misalnya, ditemui sedang membersihkan lantai keramik masjid itu dan merapikan karpet. Selesai membersihkan lantai, dia beranjak ke kamar kecil, mengambil sikat, dengan cekatan tangannya menyikat kamar mandi. Begitulah hari-hari dilalui Sobri.

    Selain Sobri, masih ada Dikdik, asal Tasikmalaya. Juga ada Gufron, asal Bandung, dan ratusan jemaah lainnya. Mereka di masjid itu bisa satu hari, tiga hari, bahkan ada yang berbulan-bulan. Mereka datang dengan biaya sendiri.

    Meski baru kenal di tempat itu, tapi sudah begitu akrab, seperti saudara. Dan banyak lagi jemaah dari luar kota, bahkan ada yang dari luar negeri sedang menjalankan iktikaf (berdiam di masjid mendekatkan diri kepada Allah).

    Sobri, sudah hampir satu bulan di Masjid Jami Kebon Jeruk itu. Sementara Dikdik sudah hampir dua minggu. Mereka sengaja datang untuk melaksanakan pendidikan ruhaninya, melatih untuk hidup secara Islami, berperilaku seperti Nabi Muhammad SAW. Mereka datang dengan bekal seperlunya. Bahkan beberapa di antaranya membawa kompor, dan peralatan tidur sederhana. Mereka berdiam di masjid, mendengarkan ceramah agama, mendirikan shalat, dan proses pendekatan diri kepada Sang Pencipta.

    Jemaah Masjid Jami Kebon Jeruk — sejatinya fungsi masjid — secara organisasi tidak punya nama. Tidak berafiliasi dengan oragnisasi tertentu. “Siapa saja boleh datang, dari kalangan mana pun. Kami terima sebagai saudara. Kami sama-sama berkumpul, menjalankan ibadah sesuai dengan ajaran Nabi Muhammad. Kami tidak pernah membahas masalah perbedaan, khilafiyah. Kami lebih menggiatkan shalat lima waktu berjamaah, memperbanyak shalat sunah, mendengarkan pengajian-pengajian agama, dan berperilaku sebagaimana yang dicontohkan Nabi Muhammad, dengan ajaran kasih sayang,” kata Sobri.

    Makanya, dia ikhlas. Ketika membersihkan lantai masjid, katanya, dia berdoa dalam hati, “Ya Allah, bersihkanlah hati kami, sebagaimana kami membersihkan lantai masjid ini. Benar-benar nikmat, sehingga pekerjaan ini terasa berkah,” kata Sobri.

    Pengajar di sebuah pondok pesantren khusus rehabilitasi korban narkoba ini suatu saat menyaksikan pengasuh pesantrennya melakukan hal yang sama. “Dalam hati saya terharu. Tapi bagaimana lagi. Beliau melakukan itu dengan tulus. Saya pun merasakan nikmat luar biasa yang tidak bisa diungkapkan dengan kata-kata,” katanya. Masjid ini sudah dikenal luas sebagai sentral pertemuan jemaah dari seluruh penjuru Nusantara, bahkan ada yang dari luar negeri.

    Salah satu jamaah masjid ini adalah Gito Rollies, penyanyi rock yang kini aktif berdakwah. Ia kerap berada di masjid itu pada Kamis malam, berbaur dengan jemaah yang lain. Menurut Gito, dia aktif sebagai jemaah Masjid Kebon Jeruk, karena kekeluargaan yang terjalin begitu erat, tanpa membeda-bedakan status. Yang datang mulai dari tukang bakso sampai direktur utama. Bahkan dia kerap menjumpai seorang konglomerat berada berhari-hari di masjid, dan beribadah secara tulus sebagaimana seorang tukang bakso di sampingnya. “Orang mungkin nggak akan kenal dia, karyawannya sekali pun pasti nggak akan mengira dia itu bos di kantornya,” kata Gito, suatu kali ketika ditemui di masjid itu.

    Sekali waktu, mereka berkelompok melakukan khuruj (perjalanan keluar–Red) ke masjid-masjid lain. Setiap daerah, biasanya ada tempat pertemuan. Selain menjalin persaudaraan, proses perjalanan ini bagian dari interaksi sosial antarsesama umat Muslim. Di tempat yang baru itu, mereka beribadah, berdakwah, dan menjalankan kehidupan sebagaimana contoh yang dilaksanakan Nabi. “Tidak semua hari dihabiskan untuk cari uang, atau materi. Tapi selayaknya ada waktu yang dimanfaatkan untuk berkhidmat atau khuruj, melatih diri berperilaku terpuji sebagaimana Nabi Muhammad,” kata Dikdik. Sehingga, lanjut bujangan asal Tasikmalaya ini, implementasi hidup bersahaja, bisa tercermin dalam kehidupan sehari-hari.

    Hampir tiap hari, dari Masjid Jami Kebon Jeruk diberangkatkan rombongan yang akan melakukan perjalanan ke daerah. Mereka berkelompok, antara 8 sampai 15 orang, ditawarkan lama perjalanan sesuai kemampuan jemaah. Ada yang tiga hari, tujuh hari, sampai 40 hari. (agi)

  10. Posting ini memiliki informasi yang tepat dan dapat diandalkan dan konten. Hal ini sangat menarik bagi mayoritas karena komentar yang luas.

  11. Ternyata diera dimana demokrasi sudah dijunjung tinggi sedemikian rupa, masih ada orang2 yg menggunakan cara2 licik untuk mencapai tujuannya

  12. pak harry, maaf saya hanya memastikan….dulu bapak di bham ya? di daerah aston bukan? saya kebetulan lagi browsing eh malah ketemu websitenya….pak harry ini suaminya mbak ….(lupa..) apa kabar anak2? apakah sekrg dah balik lagi ke jkarta?

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *