Kutipan :
Kekuasaan wartawan amat besar… tulisan koran seperti Kompas amat dapat mempengaruhi opini publik… , dia bahkan jauh lebih tajam dari pedang…bahkan bisa lebih berpengaruh dari pada senjata…
Jadi mengingatkan kita pada sebuah pepatah yang sudah sangat terkenal : The pen is mightier than the sword
Email dibawah ini saya posting di milis Forum Pembaca Kompas pagi hari ini :
> http://www.kompas.com/kompas-cetak/0608/30/opini/2917890.htm
> Enaknya Menjadi Menteri
Enaknya jadi editor π bisa menyerang terus, tanpa menampilkan data berimbang.
> Pertanyaan lain, apa yang sudah dilakukan Departemen
> Pertanian? Apakah Deptan telah melakukan tugas
> utamanya untuk mendorong petani meningkatkan produksi
> dan menerapkan teknologi terbaru?
Di radio Elshinta beberapa hari yang lalu saya mendengar reportase soal ini yang lebih komprehensif daripada editorial ini.
Ternyata, stok beras sebenarnya cukup, apalagi memang sudah/hampir panen. Hanya saja, ada terdeteksi usaha untuk menimbun / menahan stok beras oleh mafia / kartel. Sehingga terjadi kelangkaan stok, sampai stok Bulog pun turut menipis, yang berujung pada kenaikan harga beras.
Pejabat yang diwawancarai mengakui ini (menipisnya stok Bulog), padahal Bulog makin ditekan untuk melakukan operasi pasar (agar harga beras turun kembali), yang tentu sulit dilakukan jika stok Bulog sendiri tidak mencukupi.
Saya tidak tahu alasan mafia ini melakukan ini, apakah ingin melakukan aksi profit-taking menjelang puasa/lebaran, atau ingin menekan DPR & pejabat pemerintah yang anti impor agar menjadi setuju untuk impor beras, atau lain-lainnya, wallahua’lam.
Seorang pendengar kemudian mengirimkan SMS, yang mendukung pemerintah untuk membasmi para cukong beras ini. Saya kira ini langkah yang lebih tepat, daripada hanya mencaci tanpa solusi seperti ini.
(tanpa data yang akurat pula)
Salam,
Harry
> Di sini sering kali kita merasa terganggu. Seremoni
> untuk melakukan panen raya begitu sering dilakukan.
> Namun, kenyataannya, produksi nasional tidak mencukupi
> dan terpaksa kita harus mengimpor.
>
> Terus terang yang ingin kita gugat adalah kebiasaan
> untuk begitu mudahnya melakukan impor. Bukan hanya
> terbatas pada urusan beras, untuk komoditas lainnya
> pun kita begitu entengnya untuk mengimpor. Dengan
> alasan agar masyarakat bisa mengonsumsi daging, maka
> impor daging akan dilakukan. Buah-buah impor terus
> berdatangan masuk. Di Brebes, petani bawang merah pun
> melakukan protes karena bawang produksi mereka
> tertekan bawang impor. Dan yang sekarang menjadi
> kontroversi, tepung daging dan tulang (meat and bone
> meal) akan diimpor dari AS, padahal negeri itu
> terjangkit sapi gila dan oleh Badan Kesehatan Hewan
> Dunia (OIE) komoditas itu dilarang untuk
> diperdagangkan.
>
> Kita ingin mengingatkan, salah satu tugas para menteri
> itu seharusnya mendorong produksi. Bahkan, dalam
> kondisi negeri yang sedang terpuruk seperti sekarang,
> tugas para menteri untuk bisa membuka lapangan kerja
> dan menyumbangkan devisa kepada negara. Bukan justru
> berlomba menghambur-hamburkan devisa.
>
> Selalu kita ingatkan bahwa kehormatan itu membawa
> tanggung jawab, noblesse oblige. Sebagai seorang
> menteri, menjadi pejabat negara banyak privilese yang
> diberikan rakyat. Di balik kenikmatan yang dirasakan
> itu, ada tanggung jawab yang harus dipenuhi, yakni
> menyumbangkan tenaga dan pikiran untuk kemajuan
> negeri.
>
> Jangan hanya kenikmatannya saja yang mau diterima,
> sementara tanggung jawabnya tidak mau dilaksanakan.
> Tidak mau turun ke bawah untuk mengetahui apa yang
> dirasakan oleh rakyatnya, tidak peduli dengan realitas
> bangsanya. Enak betul jadi menteri di Indonesia kalau
> hanya kenikmatan yang diterima, kerja kerasnya tidak!
Dari : http://groups.yahoo.com/group/Forum-Pembaca-Kompas/message/37174
Dari : Haniwar Syarif
Subject: Re: Tanggapan utk Enaknya Menjadi Menteri
Betul Mas..kita bisa tinggal nanya, kalau Mentan anggota FPK .
Tapi kalau gaya tajuk Kompas yang pasti bisa nanya , jangankan nanya… malah nuduh saja…
Soal beras kasusnya jelas…menurut data ..produksi beras lebih gede dari konsumsi…tapi..stok bulog nipis…, Mentan juga sudah nyalahkan mengapa Bulog tidak berhasil melakukan pembelian cukup utk stoknya pada saat panen raya.
Lepas dari itu, stok Bulog saat ini tinggal 300.000 an dari seharusnya 1 juta tonan. Nah BULOG punya tanggung jaWab utuk suplai raskin, beras utk bencana, dan juga OP didaerah tertentu yg krn satu dan hal lain harga berasnya melonjak, belum lagi mau hari raya keagamaan, krn itu kabinet
memutuskan mau impor . Mentan sdh bilang nggak boleh masuk pasar, tetapi utamanya utk raskin dan kalau ada bencana.
Hari ini Kompas mengutip Wakil Rektor IPB bahwa ” saat ini memang stok beras banyak dipakai untuk penalanggungan bencana bencana nasional , sehingga impor beras memang diperlukan ”
Bandingkanlah dengan tulisan Tommy dalam tajuknya yang menyerang Mentan tanpa ampun sebagai orang yang mau enaknya aja nggak mau susah ..apa apa tinggal impor…
Di coba kesankan seolah Mentan ini mahluk ajaib, yang kerja di bidang pertanian tapi nggak bebruat aopa apa untuk meningkatkan produksi pertania..
Dalam tajuk sebelimnya tanggal 26 Juli Tommy juga nulis menyerang mentan dgn nada sama , bahkan implisit menuduh bhw buka kran impor mungkin krn terima kick back, sebelumnya berita Kompas menyebut issue adanya kepentingan partai tertentu ( mudah ditebak partai mana yg asalnya pak Anton) dalam mencari dana..
Perlu saya ingatkan sesudah tajuk 26 Juli , awal agustus MenTan mengundang umum termasuk kompas, utk dialog terbuka dimana beliau menjelaskan alasan kebijakan impor nya…dan tidak dimuat secuilpun oleh wartawan kompas dalam berita esoknya….:(
Lha …saya kan jadi bertanya…ada apa dengan Tommy… ???? Pak Yacob Utama..ada apa dengan Tommy ??
Di tajuknya terus memberi kesan..bhw Mentan nggak kerja apa apa..maunya enak dan gampang terus..
Faktanya , soal beras misalnya, di jajaran pimpinan Deptan ada Prof.Dr Djoko Said yang dianggap Mpunya perberasan…bahkan ditingkat dunia , ada Kaman yang juga tokoh yang mumpuni dalam ketahanan pangan..
Saya tahu benar bagimana mereka berusaha meningkatkan produksi beras ( dan menurut data memang meningkat)
Lha memangnya sumber berita Kompas pasti lebih jago dari mereka..??? Nggak pasti kan…
Perhatikan deh yang menggebu gebu menyerang kan hanya KOmpas..koran lain maupun media elektronik lain kan nggak..
Kekuasaan wartawan amat besar… tulisan koran seperti Kompas amat dapat mempengaruhi opini publik… , dia bahkan jauh lebih tajam dari pedang…bahkan bisa lebih berpengaruh dari pada senjata…
Di tangan Pemred lah kekuasaan besar itu ada..
Power tends to corrupt…
Siapapun pemegang kekuasaan sebesar itu…haruslah di kontrol…
Siapapun pemegang kekuasaan sebesar itu..haruslah merasa itu adalah amanah
Allah yang akan dimintai tanggung jawabnya
Dia lebih berkuasa dari pada George Adi Tjondro… dia lebih
bisa berpengaruh di banding orang yang punya senjata sekalipun.
Bayangkan kalau lalu tulisannya ternyata bukan untuk kepentingan umum ,
pakai issue populis.seperti kepentingan petani, atau tolak impor cintai
produk dalam negeri, . tapi sebenarnya..ada hal lain yang jadi
motifnya..yang bisa jadi bukan kepentingan bangsa..Bayangkan kalau opini yg
tercipta ternyata sesat dan merugikan bangsa ini..
Selalau ada lebih banyak dari satu sisi..misal ada kepentingan produsen (
petani) ada juga kepentingan konsumen..
Bagaimana ya caranya atau mekanismenya kalau misalnya kita berpendapat ada
sesuatu yang perlu dipertanyakan dalm kredibilitas pemred ??? just a
question…
Saya nulis disini karena masih percaya kredibilitas Kompas.. koran
kesayangan kita yang saya sudah jadi pelanggan sejak lama… Saya sudah
nulis pula langsung ke pembuat berita ( Maryoto), tapi nggak
berjawab…jadi coba liwat FPK..moga moga aja…
Banyak yang mudah di jawab..tapi nara sumber yang digarap Kompas itu itu
juga ..DR..Sudrajat, … misalnya ..kalau lain dikit aja..seperti Wkl
Rektor iPB ..langsung terlihat ada yang salah dr tajuknya kompas..dia jela
sbilang wajar saat ini impor kok..
Salam,
Haniwar