Konteks adalah sesuatu yang sangat penting; menilai sesuatu tanpa menilik konteks (situasi) bisa sangat menyesatkan.
Contoh: “Budi menembak Joni”
Apa kesimpulan Anda dari kalimat di atas ? Jelas Budi bersalah, sebagai penembak Joni.
Bandingkan dengan kalimat berikut ini :
“Budi menembak Joni, karena Joni akan membunuh anaknya”
Tiba-tiba, ketika konteksnya diketahui, Joni berbalik menjadi penjahat, dan Budi (serta anaknya) sebagai korban.
Kekeliruan penilaian / penghakiman karena ketiadaan konteks sangat sering terjadi. Biasanya karena kita tidak sadar bahwa konteks dari suatu kasus sebetulnya belum lengkap (tidak disengaja).
Namun ada pula yang disengaja, seperti kasus yang baru menimpa kawan saya :
[ Ditilang karena berusaha menyelamatkan diri ]
Disaksikan oleh beberapa polisi, Riyo terpaksa menghentikan motornya di jalur zebra cross agar tidak dihantam Kopaja yang sedang ngebut ugal-ugalan dari belakang.
Riyo kemudian ditilang, sementara Kopaja yang terus saja ngebut menerjang lampu merah dibiarkan.
Celakanya, bahkan ketika konteksnya sudah dijelaskan, polisi tersebut tidak mau tahu dan justru malah menjadi terusik egonya. Riyo yang sebetulnya pada posisi korban (terteror oleh Kopaja), kembali menjadi korban penghakiman yang tidak adil oleh polisi pada saat tersebut.
Hal ini karena polisi tersebut tidak mau menyertakan konteks pada penghakimannya (walaupun sudah menyaksikan dan sudah dijelaskan).
Penyalahgunaan konteks juga sering dilakukan oleh Islamophobic (anti Islam). Mereka menyatakan bahwa Islam itu buruk dengan mengutip ayat-ayat Al-Quran — tanpa mencantumkan konteksnya.
Contoh: salah satu ayat “favorit” para Islamophobic ini adalah At-Taubah ayat 5 : Apabila sudah habis bulan-bulan Haram itu, maka bunuhlah orang-orang musyrikin itu di mana saja kamu jumpai mereka, dan tangkaplah mereka. Kepunglah mereka dan intailah di tempat pengintaian..
Apa kesimpulan dari seseorang yang membaca tulisan tersebut diatas? Lazimnya, tentu adalah seperti “Islam agama yang kejam”, “tidak ada toleransi terhadap agama lain”, dan seterusnya.
Namun, apa yang terjadi ketika kita sertakan konteknya, dalam hal ini adalah asbaabun nuzul (sebab turunnya suatu ayat) ?
Ternyata pada saat tersebut, kaum muslimin telah sangat sering diserang oleh kaum kafir. Akhirnya muncullah ayat ini, dimana dengan demikian umat Islam diizinkan untuk memerangi mereka.
Maksud sebenarnya menjadi semakin jelas ketika kita membaca ayat berikutnya (yang biasanya tidak disertakan oleh para Islamophobic) :
Dan jika seorang di antara orang-orang musyrikin itu meminta perlindungan kepadamu, maka lindungilah ia…
Maka tiba-tiba pandangan kita terhadap surat At-Taubah ayat 5 menjadi berubah total.
Sayangnya, banyak orang Islam sendiri yang justru melakukan ini (memilah-milah ayat sesuai nafsunya). Hasilnya adalah Islam ekstrim, dimana mereka menghalalkan darah orang lain dengan sangat mudahnya.
Saya pernah berkata kepada ayah saya, bahwa aliran sesat di Islam itu sebetulnya mengaku berpedoman kepada Quran, yang sama seperti kita juga. Pembedanya adalah cara mereka dalam menafsirkannya.
Variasi lainnya adalah beberapa “Kristolog”, yang memilah-milah ayat di Injil, sehingga agama Kristen menjadi kelihatan sangat buruk. Padahal kita sudah dilarang oleh Nabi Muhammad saw untuk mengutak-atik kitab suci umat lainnya (pada satu insiden, Umar ra sempat kena tegur oleh Nabi saw karena ini).
Dan jelas kita pun tidak suka jika Quran diperlakukan seperti ini bukan ?
OK, saya kira sudah cukup banyak contoh-contoh seputar pemanfaatan konteks untuk dapat memahami sesuatu dengan lebih tepat. Semoga berguna bagi Anda.