Category Archives: Teknoblogia

Siapa bilang Indonesia sudah merdeka ?

Untuk para orang tua: hati-hati, jaga anak-anak Anda dengan waspada.

Untuk para korban: semoga pemerintah negara ini (sebagai pengayom rakyatnya) mau untuk segera berbuat sesuatu.
🙁


Jika Indonesia sudah merdeka, lalu kenapa PERBUDAKAN masih ada? Tim Investigasi Trans TV menemukan praktik jual beli manusia. Diperdagangkan layaknya binatang dan benda mati ! Yang membuat kami kaget, korban adalah perempuan dibawah umur.

Saat penelusuran kami lakukan, budak-budak ini tidak dipaksa kerja kasar seperti jaman dulu. tapi dipaksa menjadi budak seks! Sungguh miris, kami menemukan perempuan dibawah umur–maaf–bahkan belum memiliki payudara, sudah disodorkan tubuhnya kepada si hidung belang. “Tolong…kami dijual layaknya binatang”…begitu kira-kira jeritan hati para perempuan muda ini.

Budak perempuan ini bukannya tidak melawan. Mereka sudah sekuat tenaga mencoba melarikan diri dari rumah milik germo yang jadi majikannya. Apa daya…ada mafia berada dibelakang praktik jual beli perempuan (women traficking! ) ini. Mafia yang melibatkan aparat penegak hukum.

Budak-budak ini dipukuli, dan diancam penjara oleh polisi yang sudah merasakan nikmatnya uang haram dari germo-germo sialan !

Bahkan, ketika tim kami berusaha membantu membebaskan seorang gadis berusia 13 tahun yang akan dijual keperawanannya, TIM kami diseret layaknya binatang, dan dipukuli oleh bodyguard alias preman yang setia kepada para germo. SADIS ! Sayang, waktu itu kami tidak berhasil mengambil gambar kekerasan ini.

Tapi kami sempat merekam adegan kejar-mengejar antara setan-setan germo dan perempuan muda yang melarikan diri. berhasilkah perempuan muda ini meraih kembali kemerdekaannya yang sempat hilang?

*Bagaimana seluk beluk jual beli perempuan berkedok Mini Bar atau pub-pub ini?*
*SIMAK: *

*”Women Traficking episode 1,2,dan 3″*
*Hari: Jumat, Sabtu, dan Minggu (3,4,5 maret 2006)*
*Pukul 17.00 WIB*
*Hanya di Reportase Investigasi Trans TV*

Undian Carrefour dan Data pribadi

Membaca peringatan dari Eko mengenai Carrefour, saya baru teringat kembali mengenai sebuah surat edaran dari ASPERINDO (Asosiasi Perusahaan Jasa Ekspres Indonesia)

Singkatnya; beberapa waktu yang lalu, Carrefour mengadakan undian berhadiah. Setelah selesai dan hadiah-hadiah dibagikan kepada pemenangnya, entah kenapa kupon undian sisanya (yang tidak menang) tidak dimusnahkan.
Sialnya, kupon-kupon undian ini kemudian jatuh ke tangan orang-orang dengan niat jahat. Walhasil, kemudian mereka gunakan untuk menipu para pemilik dari kupon undian tersebut, bahwa mereka telah memenangkan undian. Padahal undian yang sebenarnya sudah usai.

Asperindo kemudian mengirimkan surat edaran kepada para anggotanya untuk mewaspadai para penipu ini. Disebutkan beberapa ciri-ciri mereka, sehingga para anggotanya bisa waspada dan melaporkan kepada pihak yang berwajib.
Mungkin karena ini maka pada kasus Eko, surat dari para penipu tersebut dikirim via pos biasa – sehingga terlambat sampainya, he he.

Anyway – hati-hatilah selalu terhadap hal-hal seperti ini.

Links of the day

1. Munin – mempermudah monitoring infrastruktur IT Anda. [ Demo Munin ]

2. Trac – software untuk manajemen, er, software. Saya menemukan ini dari situs Munin, yang menggunakan Trac untuk manajemen development software-nya. Cukup menarik, termasuk yang terbaik idenya dari yang pernah saya temui.

3. Tea Trove – adalah koleksi software dari Walt Disney Internet Group, yang digunakan untuk menjalankan berbagai situs mereka; seperti ESPN.com, ABCnews.com, dan juga Disney.com
Kumpulan software ini mereka rilis dengan lisensi open source, sangat menarik.

Old stuff = sturdier, more reliable ?

I noticed that some old computer stuff are sturdier than its newer ones. Probably because it was (way) more expensive back then, so the vendor can afford quality materials to build their products. It definitely is true for my old IBM keyboard.

However, could it be that these oldies are also more reliable ? I have personally seen old PCs, still running way past its intended service time. While its newer ones died just after its one year warranty expired.

Today I stumbled upon another kind of this incident.
I purchased an 100 Mbps Dlink switch to replace an aging DE-809TP 10 Mbps hub, from Dlink as well. However, my laptop failed to access the network whenever I plugged its cable to the new switch; but works fine if the cable is plugged to the old hub.

I thought it’s some kind of autodetection problem, I’ve read that some Dlink equipments sometimes misdetected your equipment’s speed (10/100 Mbps, full/half duplex), so I tried all of these combinations manually on my laptop’s network card. No joy. Even 10 Mbps half-duplex doesn’t work.
While plugging the laptop to the old hub with any settings (including auto-detect) will enable my laptop to access the LAN.

Baffled, I started to examine the cable itself. Soon I found that some parts of the cable has been gnawed by our local rats.
Doh 🙂

Since the cable is pretty long, I really don’t feel like replacing it. So, I daisy-chained the old hub to the new switch, and plugged my laptop to the old hub instead. Everything works without a hitch now.

It’s just too bad that the old hub got only 10 Mbps bandwidth, but that’s already enough for my needs for now. Still no idea how it works with the old one, but I’m not complaining 🙂

Old Browser ? Ha !

This afternoon I was on a client site on a project. I had a chance for quick break. So instead of reopening my laptop again, I just popped my Nokia 9500, and started reading the latest news.

I was doing this smoothly, until I tried to visit an article on ABC News. It complained that I’m using an OLD browser, and I should really, REALLY upgrade it.
Ha ha 🙂

I wonder who’s the designer of their website ? Probably they live in a hole on a remote island somewhere near Timbuktu. So they’re not aware that more and more people nowadays own a smartphone; and many of them have started to access the Internet from it.

For comparison; when I was working on my previous company’s website, among the requirements was making the website accessible to ANYONE. This includes the disabled, user with ancient browser, PDA / mobile users, and so on.
This is not some Fortune 500 company that I’m talking about, it’s just a public institution; which usually stereotyped as being totally incompetent on IT.
However, on this particular case, it’s so spectacularly on reverse.

Needless to say, I cancelled my visit to ABC News. Wonder how many have done the same, and instead went to their (non-discriminating) competitors ?

Sekolah Swadaya

Beberapa minggu yang lalu, saya dan istri saya berkesempatan menemui seorang kawan yang dulu sama-sama berdomisili di Birmingham. Mbak Retno kini telah menyelesaikan studi S3-nya, dan kini kembali melanjutkan pengabdiannya di Depdiknas.

Setelah berbincang-bincang beberapa lama, kami kaget ketika menyadari bahwa disertasi beliau adalah mengenai sekolah non-formal.
Saya jadi ingat mengenai ide sekolah swadaya, dimana kegiatan persekolahan dilakukan oleh kita sendiri – namun kemudian diformalkan dengan ujian kesetaraan, dan mendapatkan ijazah resmi dari Depdiknas.
Ternyata, menurut beliau ya inilah sekolah non-formal itu. Jadi, sekolah non-formal / swadaya itu bisa di akomodir di sistem pendidikan Indonesia saat ini, dan anak muridnya bisa mendapat ijazah pula, sebagaimana kawan-kawannya yang bersekolah di sekolah formal.

Tidak itu saja, bahkan materi pendidikannya pun sudah ada. Jadi, tinggal dijalankan. Tidak perlu men-develop lagi materinya. Ada beberapa paketnya, seperti paket A dan paket B.

Sekolah swadaya ini pernah kami jalankan dulu ketika masih di Birmingham.
Ketika itu topiknya lebih mengarah kepada agama, karena materi pendidikan yang tersedia hanya itu pada saat tersebut. Cara pelaksanaannya mudah sekali – pertemuan dilakukan di rumah para peserta, secara bergantian. Pengajarnya adalah para ibu-ibunya sendiri, berganti-gantian juga.
Walhasil anak-anak senang sekali, karena suasana belajar-mengajar lebih rileks / tidak kaku, dan di lingkungan yang nyaman bagi mereka. Alhamdulillah, perkembangan mereka ketika itu sangat bagus jadinya.

Kembali ke ide sekolah swadaya di Indonesia – ini bisa menjadi alternatif yang sangat membantu masyarakat, karena :

  • Murah – tidak perlu membayar uang gedung, uang SPP, uang seragam, uang buku paket, dst.
    Biaya pendidikan jadi bisa ditekan menjadi sangat minim. Seorang kawan saya mengadakan sekolah untuk sekitar 60 anak jalanan, dengan biaya hanya Rp 200.000 / bulan. Luar biasa.
  • Terjangkau – karena biaya pendidikan menjadi sangat minim, tiba-tiba pendidikan menjadi sesuatu yang lebih terjangkau bagi banyak orang. Diharapkan makin banyak anak-anak yang bisa terhindar dari kasus putus sekolah karena ini.
  • Targeted / Specialized – di diskusi tersebut, mbak Retno juga mendiskusikan beberapa ide dimana sekolah swadaya bisa mengadaptasi kurikulumnya, sehingga menjadi lebih sesuai dengan minat dan bakat dari setiap anak. Ini agak sulit dilakukan di sekolah biasa, yang cenderung bersifat mass education; sehingga sulit untuk menyesuaikan materi pendidikan dengan minat/bakat setiap anak.
  • Lebih relevan – jika poin di atas digabungkan dengan ide apprenticeship / magang, maka tiba-tiba sekolah akan menjadi lebih relevan dan bermanfaat bagi masa depan sang anak. Sekolah bukan lagi semata-mata soal prestasi akademis, namun dapat secara riil menjadi sarana mengantarkan anak kepada kemandiriannya.

Bagi yang juga tertarik dengan ide ini, saya dapat membantu menghubungkan dengan beliau. Saya sedang mencoba memikirkan cara agar ide ini bisa terealisasi dan menyebar di masyarakat. Kita bisa membuat sebuah forum khusus bagi peminat ide ini, dan kita coba godok agar bisa terimplementasikan.

Semoga bermanfaat.

Berkarir dengan Linux

Beberapa hari yang lalu kebetulan saya bertemu dengan Pak Rusmanto dan fade2blac. Kita berbicara mengenai berbagai topik. Suatu ketika, pak Rus menyinggung informasi mengenai kursus Linux yang diadakan oleh Nurul Fikri.

Ternyata,

  • Lulusan kelas Linux nya “laku” keras.
  • Tidak bisa “memesan” mendadak – jika Anda tertarik untuk menjadikan salah satu peserta kursus tersebut sebagai pegawai Anda, maka harus menunggu. Wah, seperti memesan Honda Jazz saja 🙂 indent dulu, he he.
  • Ketika para lulusan SMA lainnya berkutat dengan gaji di bawah / pas UMR, lulusan kursus Linux Nurul Fikri bisa mengharapkan gaji sekitar Rp 2.000.000, fresh graduate.

Jadi bagi yang hampir lulus SMA dan ingin berkarir di bidang IT, ini adalah sebuah peluang yang sangat bagus, karena pesaingnya masih sangat sedikit.

Dan ini adalah peluang juga bagi investor – Anda bisa membuka cabang Nurul Fikri di kota Anda, dan melihat bagaimana lulusan LPK Anda sudah di-booking bahkan sebelum lulus. Tentunya, ini akan membuat LPK Anda sangat menarik bagi para calon siswa.

Bagi yang tertarik, silahkan bisa langsung menghubungi Pak Rus.

Hati-hati obat flu

FDA (Food and Drug Administration, semacam Badan Pengawas Obat dan Makanan) telah memerintahkan penarikan obat-obatan yang mengandung PhenylPropanolAmine (PPA), karena berpotensi menyebabkan stroke atau pendarahan otak.

Namun, ternyata beberapa obat flu di Indonesia masih ada yang menggunakannya.
Beberapa di antaranya adalah Neozep, Decolgen, UltraFlu, Sanaflu.

Beberapa obat flu yang tidak mengandung PPA adalah Panadol Cold & Flu, Inza, Biogesic.

Mudah-mudahan informasi ini bisa bermanfaat bagi Anda, dan bisa ditindak lanjut oleh pihak yang berwenang.


Kalau pemerintah Amerika melarang sama sekali penggunaan PPA, pemerintah Indonesia ternyata masih mengizinkannya, maksimal 15 mg per dosis : http://www.kompas.com/kompas-cetak/0106/20/iptek/masi10.htm
Informasi dari baskara, via milis teknologia @ googlegroups.com


Tanggapan dari P.Y. Adi Prasaja , via milis teknologia @ googlegroups.com :

> >PseudoEphedrine, seperti misalnya produk Inza yang sudah tidak
> >menggunakan PPA. dengan komposisi baru yang lebih aman…….yaitu
> >Pseudoephedrine.

Hints: pseudoefedrin = ppa. Dan, tidak dibubuhkan klorfeniramin maleat (ctm) bukannya biar
jadi lebih murah, wong ctm itu murah sekali (hi..hi..).

Saran saya sih jangan terlalu ‘overreacting’, laporan pada clinical trial fase 4
seperti ini adalah hal ‘biasa’ (saya bukannya bilang efeknya yang biasa lho).

dulu orang heboh membicarakan msg (micin), kemarin aspartam, sekarang fenilpronalamin.
duh .. kayaknya trauma formalin ini akan lama hilangnya. *)

tidak ada OTC drugs yang safe, cuman orang idiot yang bilang gitu (jaga lambung, hati,
ginjal, jantung dan otak anda). kalau dengar laporan otak bisa ‘lisis’ setelah imunisasi
kira-kira komentar anda-anda bagaimana? 🙂

Salam,
P.Y. Adi Prasaja

*) micin masih dipakai sampai sekarang


Terimakasih atas berbagai tambahan informasinya, dan silahkan jika Anda ingin menambahkannya lagi.

Bill Gates : the Philanthropist ?

A few days ago I stumbled upon a Digg news on Bill Gates : Bill gives big. It was about Bill Gates (again) donating serious amount of money.
On the page’s commentaries, a lot of people praises Bill for what he’s done. The usual stuff – when you see a shiny package, you think that it contains something very nice too.

But, the comment by shazeubaa caught my eye.
Shazeubaa gave a few pointers, which can be used to see what’s under the “skin”.

Here’s what I’ve found so far :

1. Sure, Bill gives big. But, do you realize that most of those are related to drugs / vaccinations? Here’s one of it. And, do you realize that he has invested quite a lot in medical companies ?
Can we draw a line connecting these ?

2. An investigative journalism into Bill’s donations and agendas. Basically, the donations will bring him even more money from drugs, by blocking cheap drugs, therefore potentially killing more than he saved.

3. Just as with Microsoft, Bill staunch support of strict intellectual-property protections for drugs in poor countries. They argued that this is necessary, so they can recoup the R&D costs. However, turned out that Big Pharma’s marketing cost are 2.5 over their R&D cost.

Also, when you read something like this paragraph below, you can’t help but to start question the real intentions of Gates’ Foundation:

A report issued last year by the Commission on Macroeconomics and Health, chaired by economist Jeffrey Sachs, made a strong defense of intellectual-property protection as critical to continued investment in drug research and development. The Gates foundation was a major sponsor of the commission.

4. With vaccinations becoming mandatory in many countries, he could get very good returns on his “donations” (read: investment) to vaccine researches. But, vaccines are not without problems:

This list is by no means comprehensive. I already use up too much time, and need to stop at the moment. I’ll try to continue later, but do feel free to inform me if you know similar investigative research into Bill’s donations.

Note that I don’t judge that indeed Bill have hidden agenda in his donations. It requires much more exhaustive investigation, which I simply don’t have time/resource for.
I’m just simply against looking on the shiny skin / package, and decided that it’s good – straight away. With no effort whatsoever to look further / underneath all of it. This is why we can be fooled by many parties (gov’t, corporations, celebs, etc) so easily, for their own benefit.

We need to stop taking things so literally, and start to be smarter in regard to a lot of things. As Kakashi said; we need to start to “look underneath the underneath“.

Hopefully many will be inspired by this article to start doing this.

Rumah Sains Ilma

UPDATE: Rumah Sains Ilma kini sudah pindah ke :

Rumah Sains Ilma Pusat
Jl TPU Parakan, Pamulang 2, Tanggerang
021-32042545

Hari Minggu kemarin (30 Januari 2006) saya mengantar anak-anak ikut lomba melukis di BTC (Bintaro Trade Centre). Nggak ada target menang, yang penting mereka senang. Terutama anak saya yang kedua, kelihatannya dia agak lebih cenderung ke bidang kreatif. Alhamdulillah, itu yang terjadi; mereka gembira bertemu dengan kawan-kawannya, menggambar sampai puas (dan pegal), dihibur juga oleh para badut dan beberapa acara atraksi untuk anak-anak.

Selagi menunggu mereka menggambar, saya berkeliling kompleks BTC dengan anak saya yang paling kecil. Walaupun namanya BTC (mirip ITC), namun desain kompleksnya lebih mirip dengan Citos (Cilandak Town Square).
Di salah satu barisan tokonya, saya menemukan sebuah ruko dengan merk “Rumah Sains Ilma” (RSI).

Saya baca beberapa brosur yang ditempel di depannya. Ternyata, RSI adalah semacam klub yang aktivitasnya di seputar sains aplikatif, dan khusus untuk anak-anak umur 5 – 12 tahun. Wow. Menarik sekali.

Biayanya per grade (1 grade = 3 bulan) adalah Rp 350.000, berarti per bulannya sekitar Rp 120.000. Rasanya ini cukup murah dibandingkan kursus-kursus lainnya, dan ini di bidang sains pula.

Jika Anda tertarik, informasi lebih lanjut bisa didapatkan dengan menelpon 021 – 7453307.

Machine Hayabusa

I don’t know why, but this morning I suddenly remembered an anime I watched when I was a kid, titled “Machine Hayabusa“.

It was quite unique in many ways. Example; is there any other F1-themed anime that was as popular as that ? But it’s just not that, the reason it was very interesting was because of the imaginations put into the series. Like how the tracks were different, and each poses different challenges. Due to that, Ken’s car can be fitted with different engines, so to adapt to the current track. Two of the engines can even make the car to fly.
And, the racing/driving techniques were, let’s say, a bit …. unusual 🙂 2-wheels technique on a F1 race ? Not in my lifetime, he he.

Also, the race was not the usual F1, it was more like a deathrace 🙂 especially since team Black Shadow joined it. It might be a bit scary to watch for little children.

So I already said that Ken’s car can fly, but his car’s not the only one with extra capabilities. Other cars can also do different things, some even have weapons I think.
But Ken’s the most intriguing one, especially the V3 engine, simply awesome. It was the first time I saw a car with a jet engine 🙂 whenever the V3 was turned on, others can only watch his dust. Total overkill. This anime may got its idea from Spirit of America, the first known car with an attached jet engine. (taken from a F-86 Sabre)

What really stood up though was the kind of ordeal Ken’s team has to go through. And how they pulled each of those.
Each episode was simply an awesome display of persistence and mental/physical struggle. This is why I’d really love to be able to watch it once more time.

Links:
[ Hayabusa 3D – amazing pictures ]
[ Machine Hayabusa V3 – from HotWheels (!!) ]
[ Summary from Animenfo.com ]
[ Summary from AnimeNewsNetwork.com ]
[ Machine Hayabusa – DVD ]

CIA henchmen behind Indonesian bombings

My father happened to watch a local TV station, Metro TV. It was interviewing somebody with his face blurred.

Apparently, this guy confessed that he has been paid by CIA to do terrors in Indonesia.
He has since mend his ways, and agreed to speak up to Metro TV.

What really saddened me is how people will do terrible things for so little – that guy did what CIA told him for US$ 500, $700. US$ 1500 is tops.
CIA is definitely having it really easy here in Indonesia.

If anyone else watched the interview as well, please do comment and share your impression of it.

I still feel uneasy over this.

Dilema : Open atau Tidak ?

Saya selama beberapa bulan mendevelop sebuah software POS (Point Of Sales) untuk salah satu client saya. Kini, software tersebut sudah hampir selesai, tinggal menambah beberapa modul laporan dan beberapa penyesuaian fitur. Softwarenya sendiri sudah digunakan selama berbulan-bulan di sebuah minimarket tanpa masalah yang berarti.

Nah, tadinya saya punya ide untuk merilis software tersebut sebagai open-source.
Ide ini muncul karena melihat berbagai software POS yang ada :

1. Banyak fitur penting yang tidak ada:
Karena developernya biasanya tidak begitu paham workflow di bisnis retail, sehingga kadang fasilitas vital seperti computer-assistead Purchase Order saja tidak ada. Lalu ketika kita minta menambah fitur ini, developernya men charge mahal. Padahal, sebetulnya ini keuntungan bagi mereka, karena software mereka jadi lebih lengkap fiturnya.

2. Vendor lock-in :
software POS tersebut tidak memberikan source-code. Beberapa malah menuntut adanya dongle (seperti KeyPro, Sentinel, dll) – ini menambah masalah; contoh: KeyPro tidak kompatibel dengan Windows 200x/XP, dan vendornya sudah tidak memberikan tech.support lagi untuk produk ini.
Sehingga, jika ada fitur yang kurang (lihat poin #1 diatas), maka kita menjadi sandera vendor, dimana dia bisa menentukan harga yang diinginkannya.

3. Juga, selama ini saya sudah berkali-kali mendapat pertanyaan mengenai software POS dari para pengusaha UKM (Usaha Kecil Menengah). Mereka membutuhkan software POS, tetapi yang harganya terjangkau.

Karena itu, saya berencana untuk merilis software POS saya ini dengan lisensi GPL.

Namun, di suatu kesempatan saya sempat berbicara panjang lebar dengan seorang developer software POS. Disitu saya baru tahu kondisi kehidupannya, ternyata cukup mengenaskan.

Saya jadi tidak tega untuk merilis software POS saya ini dengan lisensi GPL, karena saya takut justru akan jadi mematikan orang-orang seperti beliau ini (developer POS freelance).
Memang niat saya adalah (antara lain) untuk membantu mereka yang membutuhkan namun tidak mampu, tapi saya yakin imbasnya juga akan terasa kepada para developer ini. Apalagi jika software POS saya tersebut jadi terkenal, bisa tamat riwayat mereka; karena software saya kebetulan lebih lengkap dari segi fitur, dan lebih bagus dari segi kualitas. Gratis lagi.

Jadi inilah (salah satu dari berbagai) dilema saya saat ini : Open atau Tidak ?
Saat ini, saya berkeputusan untuk tidak. Tapi jika Anda punya solusi yang bijak untuk kasus ini, do please feel free to let me know.

Kembali mengenai para developer tadi – ada satu kekurangan mereka, yaitu dari segi marketing & pricing.

Pada saat ini, cara marketing mereka adalah dengan cold calling – mereka datang langsung ke calon customer, dan menawarkan produk mereka. Ini sangat memakan waktu, yang sebetulnya bisa mereka pakai untuk menyempurnakan produk mereka.
Juga dari segi pricing, karena volume sales-nya rendah (dalam sebulan belum tentu laku), maka mereka terpaksa mematok harga tinggi, untuk menutup biaya hidup mereka. Ini justru jadi mengusir customer yang tertarik, karena harganya di luar jangkauan mereka.

Solusinya adalah dengan menurunkan harga ke batas yang terjangkau oleh banyak customer. Lalu agar pemasukan tidak menurun, karena penurunan harga tersebut, maka volume sales yang harus kita harus digenjot. Caranya adalah dengan memperluas jangkauan marketing mereka (dengan cara-cara marketing yang kreatif, namun tetap etis).
Untuk developer POS yang saya kontak tersebut, saya sudah menawarkan bantuan saya untuk hal ini.

Pada saat ini di milis teknologia@googlegroups.com juga sedang dibahas berbagai ide untuk meng-“ekspor” developer lokal Indonesia ke pasar luar negeri. Mudah-mudahan usaha ini bisa menjadi kenyataan, dan membawa manfaat bagi banyak orang.

Solusi kreatif SUBSELECT / SUBQUERY

Di berbagai server MySQL, terkadang saya memerlukan fitur subselect (subquery), namun tidak bisa karena versi MySQL-nya terlalu jompo 🙂 yaitu sebelum versi 4.1

Untuk situasi tertentu, terkadang hal ini bisa diatasi dengan menambahkan kriteria di statement WHERE. Namun, untuk banyak kasus, ini tidak bisa.

Ternyata, hal ini bisa diatasi dengan memanfaatkan temporary tables.
Ini adalah salah satu contoh solusi yang membuat kita menepuk dahi kita dan bergumam, “why didn’t I think of that?”, he he

Selamat menikmati.

Clipper: reborn

Sebagai salah seorang eks programmer Clipper 🙂 saya gembira sekali ketika tahu bahwa berbagai proyek compiler yang kompatibel dengan Clipper kini sudah mulai layak untuk digunakan secara profesional. Berikut ini adalah beberapa di antaranya:

1. xHarbour.org : fork dari Harbour project, xHarbour terkesan lebih cepat berkembang. Dan memang cukup mengesankan, contoh: dengan xHarbour, maka kode Clipper Anda jadi bisa di compile dan dijalankan di DOS, Windows, Linux, dll !

2. CLIP : proyek ini menekankan pada kompatibilitas dengan CA-Clipper. Hanya berjalan di Linux, namun track-record dan daftar fiturnya cukup mengesankan.

3. Diskusi mengenai clip vs harbour vs xharbour

Mengapa Clipper ? Well, Clipper adalah salah satu programming language yang result-oriented; mendorong kita untuk menghasilkan solusi, dan bukannya sibuk dengan tetek bengek syntax / konvensi pemrograman. PHP juga mirip seperti begini.
Terutama dengan tambahan add-on libraries, maka Clipper dapat membuat kita menjadi sangat produktif dalam waktu yang sangat singkat.

Dulu saya terpaksa meninggalkan Clipper karena berbagai keterbatasannya; terutama adalah soal integritas data. Format file DBF sangat riskan, karena cukup mudah rusak.
Tetapi, kini berbagai proyek di atas telah mampu menyimpan data di backend yang berbeda; MySQL, PostgreSQL, atau bahkan Oracle. Maka, kini Clipper layak untuk dilirik kembali.

Selamat menikmati.

Hacker Indonesia

Setelah beberapa bulan di Indonesia, saya semakin yakin bahwa kualitas SDM IT Indonesia ada yang tidak kalah dengan IT luar negeri. Hacker kita banyak yang punya potensi yang luar biasa.

Di Birmingham dulu saya dianggap “pakar” komputer oleh para kolega saya. Salah satu keluhan mereka pada saat ini adalah “if Harry’s still here, this will be done”, karena kini sayatidak lagi bekerja di Birmingham City Council.
Tapi, saya yakin bahwa sebetulnya banyak rekan-rekan saya di Indonesia yang jauh lebih ahli lagi daripada saya.

Dan saya gembira bahwa saya tidak keliru. Selama ini, sudah berkali-kali saya, yang katanya “pakar” ini, dibuat tercengang melihat keahlian beberapa kawan-kawan disini.

Dulu saya sempat mengira bahwa untuk menjadi pakar komputer, hanya dibutuhkan kemauan belajar & bekerja keras. Namun, seperti seni, kelihatannya juga diperlukan bakat (!), untuk dapat berhasil di bidang IT.
Apakah memang benar demikian? Tapi, rasanya tidak ada penjelasan lainnya lagi, bagaimana bisa ada orang yang mampu menguasai sekian banyak topik IT, dan menjadi pakar di setiap topik tersebut. The difference is simply too vast – I’m jack of all trades, but there are those who are actually master of all trades.

Sejak saya menyadari ini sekitar setahun atau dua tahun yang lalu, saya mulai menyesuaikan arah karir saya. Kalaupun saya akan kalah dari segi kemampuan teknis dan kecepatan belajar (yang mana sangat vital untuk bidang ini); paling tidak saya harus tetap mampu untuk beradaptasi dengan fakta ini.
Kini saya lebih memfokuskan diri ke topik project management dan kemampuan analisis; bagaimana mendesain solusi IT yang tepat untuk suatu masalah. Lalu juga bagaimana memposisikan diri menjadi contact person ke user; bagaimana mengkomunikasikan berbagai isyu IT ke user dengan bahasa yang mudah dimengerti, dan bagaimana mengkomunikasikan berbagai isyu dari user ke para staf IT.

Basically, Making IT Works.

Salah satu kekurangan dari beberapa rekan hacker kita tersebut adalah, walaupun mereka luar biasa ahli dari segi teknis, namun mereka kadang gagal melihat suatu hal dari perspektif user / end user. Karena ini, maka kadang solusi yang mereka buat sangat sempurna dari segi teknis, namun tidak bisa digunakan / tidak diminati oleh para user.
Atau, kadang solusi yang dihasilkan sangat rumit dan kompleks, sehingga tidak feasible untuk di-deploy & di-maintain dalam skala besar. Dst.

Customer / user hanya ingin agar infrastruktur IT mereka berjalan. Just Works. Mereka sama sekali tidak tertarik untuk mengetahui bagaimana kita telah me tuning server mereka habis-habisan, sehingga bisa melayani jutaan request per menit tanpa tersedak sama sekali. Mereka tidak ingin tahu bagaimana software yang kita develop telah di optimalisasi sehingga hanya memerlukan sangat sedikit memory untuk berjalan.
Mereka hanya ingin bisa mengerjakan pekerjaan mereka tanpa masalah.

Jika ada yang menjadi jembatan antara kedua kubu ini, customer & hacker, then we can get the best of both worlds. Customer produktif berkat sistem kita, dan dengan senang hati membayar mahal untuk itu. Hacker yang gembira karena kerjanya dihargai, dan hasil kerjanya semakin meningkat.
I think it’s a worthy goal.

Bagi mereka yang ingin berkarir di bidang IT – Anda tetap bisa berprestasi dengan modal kerja keras dan semangat belajar yang tinggi.
Namun, akan selalu ada orang-orang yang dapat melampaui Anda, tanpa perlu berusaha sekeras Anda. Ini adalah fakta.
Jadi, jangan patah semangat. Cobalah untuk beradaptasi dengan situasi tersebut.
Dengan demikian, maka Anda akan tetap bisa, atau malah jadi sukses, berkarir di bidang IT ini.

Bagi para hacker Indonesia – terus semangat dan berkarya. Semoga akan semakin banyak pihak yang dapat menghargai potensi Anda.

FC3: sensors

I needed to enable sensors on a server with FC3 (Fedora Core 3) installed. I wasn’t able to find a quick howto, and spent some time figuring out.

From memory, here’s how I did it:

  • yum install lm_sensors
  • sensors-detect
  • service lm_sensors start

Now you should be able to run sensors (by typing sensors). This will show you various information about your server – CPU voltage, temperatures, etc.

Hope it helps.